Sejak tahun 1990an politik ekologi sedikit bergeser dari peran ekonomi politik yang dianggap terlalu makro-deterministik.
Muncul kajian baru yang lebih bersifat studi-studi lokal gerakan lingkungan, diskursus dan politik simbolik (mikro-politik), serta hubungan kelembagaan dan kekuasaan, pengetahuan dan praktis dari perjuangan di lapangan.
Aliran ini disebut sebagai politik ekologi post-strukturalis.
Pemimpin mesti melek dan memiliki komitmen ekologi politik. Peta politik lokal kaitannya dengan sumberdaya ekonomi patut dicermati.
Pendekatan lokal penting dilakukan secara sistematis. Jika berhadapan dengan pengusaha, maka tidak bisa tidak mesti menunjukkan ketegasan sikap.
Iklim investasi memang harus dijaga dan dirawat, tetapi jangan sampai mengorbankan ekologi, rakyat, dan masa depan bangsa.
Komitmen politik akan hadir jika pemimpin memiliki visi-misi hijau. Visi hijau merupakan pondasi yang secara eksplisit menyatakan kepedulian lingkungan dan berisi mimpi terkait masa depan lingkungan.
Misi hijau menjadi jabaran praktis mengenai langkah yang akan dilakukan untuk membuktikan bahwa visinya realistis.
Konservasi lingkungan butuh terobosan inovatif agar lebih efektif. Selama ini upaya terkesan mandul karena komitmen lemah dan minim terobosan teknis.
Program kebijakan yang normatif dipastikan tidak akan bisa berbuat apa-apa. Inovasi menggerakkan partisipasi lintas pihak juga penting dicari. Konservasi tidak akan optimal tanpa partisipasi.
Mitigasi Partisipatif
SK Gubernur Jawa Tengah Nomor 509/41/2018 menyebutkan Desa Wadas ditetapkan sebagai lokasi penambangan batuan andesit material pembangunan Bendungan Bener.
Total lahan yang dibutuhkan untuk penambangan yakni 145 hektare.
Ditambah 8,64 hektare lahan untuk akses jalan menuju proyek pertambangan. Penambangan dilakukan menggunakan metode blasting atau bahan peledak.
Rencana ini ditolak sebagian warga, karena diprediksi akan mengancam keberadaan 27 sumber mata air dan imbasnya berpotensi merusak lahan pertanian.