Untuk menutup kerugian yang dialami oleh pengusaha, maka produk yang dipasarkan harganya harus dinaikkan. Namun ia khawatir pasar belum siap dengan kenaikan beberapa barang.
"Saat kondisi pandemi seperti ini, masyarakat masih mengalami kesusahan.
Kalau barang yang diproduksi harganya harus naik, apakah masyarakat tidak teriak.
Maka pemerintah harus bijak dalam membuat aturan," terangnya.
Frans mengakui jika tujuan Zero ODOL untuk mengurangi kecelakaan dan kerusakan jalan.
Namun, jangan hanya kesalahan itu dilimpahkan kepada pengusaha, pengemudi, dan perusahaan truk saja.
"Pemerintah juga harus bertanggung jawab. Karena truk ODOL itu kalau jalan siapa yang keluarkan izin.
Pasti pemerintah kan. Ketika uji KIR, pasti selalu dicek kondisi fisiknya sesuai atau tidak. Jangan justru oknum-oknum yang bermain gara-gara masih adanya ODOL," jelasnya.
Menurut Frans, para pengusaha tetap memaksakan muatannya, karena ada kesempatan aturan ODOL yang lemah.
Maka ongkos kirim bisa ditekan sedemikian rupa, supaya bisa menekan harga jual barang.
"Sebenarnya bukan kehendak pengusaha untuk memaksakan muatan. Tapi karena ada kesempatan aturan ODOL yang lemah.
Kalau ada yang murah dan lebih menguntungkan mengapa tidak pakai truk ODOL. Okelah kalau nanti jadi diterapkan kami pasti akan rugi, tapi apa boleh buat," tambahnya.
Benahi sistem
Pihaknya meminta pengawasan di lapangan tidak boleh tebang pilih. Tidak boleh pula ada pengecualian.
Dengan adanya jembatan timbang seharusnya bisa mengurangi truk ODOL yang ada di jalan.