TRIBUNBANYUMAS.COM, BANJARNEGARA - Ahmad Subejo (66)
telaten memahat kayu di rumahnya, di Rt 2 Rw 1 Desa Singamerta Kecamatan Sigaluh, Banjarnegara, Senin (7/3/2022).
Meski usianya tak lagi muda, ia masih terlihat cekatan menukangi pekerjaan itu.
Dari tangannya, ia berhasil menyulap kayu gelondong jenis Sengon menjadi patung merupa Ular Naga.
Masyarakat atau pelaku seni biasa menyebutnya Gayor, alat untuk menggantungkan gong.
Pria yang akrab disapa Waris ini mengatakan, perangkat gamelan itu adalah pesanan dari warga Desa Bandingan, Banjarnegara.
Di dalam rumahnya, tertata perangkat gamelan produksinya, di antaranya Kendang, Saron, Bonang, dan Gong yang menunggu diambil pemiliknya.
Belum selesai satu pekerjaan, pelanggan lainnya sudah datang ke rumahnya.
Kehadiran mereka membuat Ahmad semringah. Pesanan gamelan mulai berdatangan akhir-akhir ini. Usahanya kembali bangkit setelah terpuruk karena pandemi.
"Sekarang mulai bangkit lagi, "katanya, Senin (7/3/2022)
Pandemi Covid 19 sempat membuat usahanya terpuruk. Selama dua tahun pandemi Covid 19 melanda, ia mengaku vakum produksi karena tidak ada yang menggunakan jasanya.
Ini imbas dari kebijakan PPKM yang membatasi ketat kegiatan masyarakat, termasuk kegiatan seni.
Padahal usahanya sangat tergantung dari eksistensi kesenian tradisional, semisal Kuda Lumping dan Wayang yang menggunakan perangkat gamelan.
Sekitar 30 tahun ia menekuni usaha pembuatan gamelan, baru kali ini ia merasakan usahanya benar-benar surut.
Biasanya, sebelum pandemi, pelanggannya datang silih berganti. Pesanan selalu ada, baik untuk perbaikan atau pembuatan baru sehingga ia tak pernah menganggur.
"Saya pernah kirim gamelan ke luar Jawa," katanya
Ahmad sudah puluhan tahun menekuni usaha ini. Ia satu di antara segelintir orang di Banjarnegara yang menekuni profesi itu.
Ia bukan hanya perajin, namun juga pelaku seni. Ahmad pernah menjadi dalang, dan mahir memainkan perangkat gamelan.
Rasa cintanya terhadap kesenian itu mendorongnya untuk menekuni usaha yang berhubungan dengannya. Ia melihat banyak grup kesenian memiliki perangkat gamelan.
Karena sering digunakan, alat itu bisa saja rusak sehingga perlu diperbaiki atau diganti. Karena itu, ia berinisiatif untuk membuka bengkel perbaikan dan pembuatan gamelan yang masih jarang.
"Bisa dibilang, jarang yang mau menekuni profesi ini, " katanya
Ia menilai instrumen tradisional gamelan tetap akan dibutuhkan di masa yang akan datang. Ini seiring dengan eksistensi kesenian tradisional yang terus akan terlestarikan.
Sayangnya belum ada generasi yang mau meneruskan jejaknya menjadi pengrajin gamelan. Menurut dia, membuat perangkat gamelan bukan hanya mengandalkan bakat, namun juga kecintaan terhadap kesenian itu.
Bahkan, yang perlu ditanamkan lebih dulu adalah rasa cinta terhadap kesenian itu. Sementara bakat bisa diasah kemudian.
"Anak muda sekarang gak mau telaten. Bakat bisa mengikuti, yang penting harus cinta dulu kalau mau menekuni profesi ini, " katanya. (*)