“Ampas yang masih bersih biasa bisa dijual lagi buat demplo kalau yang kasar buat makan sapi. Satu lempeng cuma Rp. 6.000,” ungkapnya.
Kedelai murah menjadi harapan Uripah dan suaminya tetap bertahan produksi untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Tidak ada pekerjaan lainnya yang dapat ia lakukan karena memproduksi tahu sudah ia jalani bertahun-tahun dan menjadi pekerjaan tetapnya.
Di usianya yang sudah tidak muda lagi ia masih membutuhkan biaya untuk dapat menyelesaikan pendidikan anak bungsunya yang saat ini masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas.
Ia mengungkapkan di daerahnya produsen tahu saat ini berkurang dibanding dulu. Hal ini dikarenakan generasi sekarang yang kurang berminat untuk meneruskan menjadi produsen tahu.
“Kesel langka bathine,” pungkasnya dalam wawancara. (*)