Berita Jateng

Ganjar Pranowo Gencarkan Gayeng Nginceng Wong Meteng, Apa Itu?

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG -- Komitmen Pemprov Jateng dalam mengatasi masalah stunting di Jawa Tengah sudah berjalan sejak 2013.

Saat itu, angka stunting di Jawa Tengah mencapai 37 persen. Dan saat ini berdasar data Studi Status Gizi Indonesia, Jateng berada di angka prevalensi 20 persen.

Pemprov Jateng juga meluncurkan program Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng (5NG), untuk mengatasi masalah stunting. Termasuk masalah kematian ibu dan anak.

Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, mengatakan akan terus bersinergi dengan BKKBN untuk mengatasi stunting di Jawa Tengah. Termasuk bekerja sama dengan semua kepala daerah yang ada di Jawa Tengah.

"Program Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng bisa dipakai untuk mendeteksi berapa orang hamil, berapa yang bermasalah. Sehingga bisa mendapatkan perlakuan khusus kepada ibu hamil," ujarnya.

Pihaknya juga mencontohkan program penanganan stunting yang sudah berjalan yakni di Kabupaten Boyolali.

Di daerah tersebut, dinas terkait sudah melakukan sosialisasi terhadap calon pengantin.

"Jadi tiga bulan sebelum menikah diperiksa kesehatannya. Ini merupakan pencegahan stunting secara dini. Supaya nanti anak yang dilahirkan bisa berkembang dan tumbuh dengan baik," jelasnya.

Di lain pihak, Wakil Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu mengatakan Pemerintah Kota Semarang memiliki program intervensi pemberian asupan makanan bergizi bagi anak untuk mengatasi permasalahan stunting.

Program ini diluncurkan di Kelurahan Tanjung Mas sebagai pilot project, percontohan, pada 8 November 2021 lalu.

Menurut Mbak Ita, panggilan akrabnya, menu makanan yang diberikan untuk mencegah stunting, berdasarkan resep masakan sehat dari Megawati Soekarnoputri.

"Sebanyak 79 anak stunting di Tanjung Mas, setiap hari (selama tiga bulan) kami intervensi dari anggaran yang disetujui Walikota.

Kader (pendampingnya) dari Tim Penggerak PKK dan KB, dibiayai BKKBN. Jadi ini suatu kolaborasi," terang dia.

Pola asuh

Kepala Bappeda Kabupaten Blora, A Mahbub Djunaidi mengatakan prevalensi stunting di Kabupaten Blora berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2021 sebesar 21,5 persen, prevalensi stunting di Blora tahun 2021 mengalami penurunan sebesar 10.17 persen dibandingkan SSGBI Tahun 2019 yaitu 31,67 persen.

"Prevalensi stunting Blora berdasarkan SSGI Tahun 2021 masih diatas prevalensi stunting Jawa Tengah yaitu 20,9 persen," jelasnya.

Dikatakannya, target perencanaan penurunan stunting di Kabupaten Blora yakni dengan intervensi spesifik dan sensitif untuk pencegahan dan penanggulangan stunting sesuai dengan Tupoksi OPD terkait.

Diungkapkannya, stunting di Kabupaten Blora disebabkan Pola Asuh, merupakan penyebab paling besar terjadinya stunting.

"Pada masa Pandemi covid-19, kemiskinan menjadi salah satu penyebab terjadinya stunting karena daya beli masyarakat untuk memenuhi pangan yang bergizi menurun," jelasnya.

Kepala Dinas Kesehatan Blora Edi Widayat mengatakan, angka stunting di Blora terus menurun.

Diterangkannya, penanganan stunting terdapat di 45 desa dan kelurahan prioritas.

Dari jumlah itu terdiri dari 41 desa 4 kelurahan.

Stunting sering disebut badan pendek atau gagal tumbuh akibat kekurangan gizi kronis dan psiko.

Akibat kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu panjang sehingga mengakibatkan terganggunya pertumbuhan pada anak. (afn/kim/bud/aqy-bersambung)

Baca juga: BUAH BIBIR : Stella Cornelia Hamil setelah 5 Tahun Menikah

Baca juga: Minyak Goreng Curah di Kabupaten Semarang Langka, Pedagang: Beli Dijatah dan Harus Nunjukin KTP

Baca juga: Bhabinkamtibmas Polsek Blora Cek Pertokoan Dan Pusat Perbelanjaan

Baca juga: Sosok Rara Isti Wulandari Pawang Hujan MotoGP Mandalika yang Mendunia

Berita Terkini