Liputan Khusus

Mulai Juli 2022, Rawat Inap Kelas 1, 2, 3 Rumah Sakit Diganti Jadi KRIS

Penulis: faisal affan
Editor: m nur huda
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi Pasien menjalani rawat inap di RSUD dr Loekmono Hadi Kudus - Pemerintah akan menghapus kategori rawat inap kelas 1, 2, dan 3 di rumah sakit. Selanjutnya diberlakukan kelas rawat inap standar (KRIS). Hal ini akan mulai ijicoba Juli 2022 di rumah sakit pemerintah linier.

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Pemerintah akan menghapus kategori rawat inap kelas 1, 2, dan 3 di rumah sakit. Selanjutnya diberlakukan kelas rawat inap standar (KRIS). Hal ini akan mulai ijicoba Juli 2022 di rumah sakit pemerintah linier.

Pemberlakuan KRIS ini masih tapap uji coba. Hal ini merupakan pelaksanaan dari UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Kebijakan ini belum diterapkan secara penuh, namun sudah menimbulkan aneka respon masyarakat.

Kepala Dinas Kesehatan Jawa Tengah, Yunita Dyah Suminar, mengatakan kelas rawat inap standar yang dimaksud pemerintah yakni berorientasi pada layanan standar yang sudah ditentukan.

"Standarnya dari pelayanan dan sarana prasarana. Sehingga nanti pemerintah memiliki standar yang sama untuk semua kelas, tidak terbagi-bagi," terangnya.

Sebelum menerapkan kebijakan tersebut, Yunita mengakui butuh banyak persiapan. Terutama rumah sakit pemerintah yang menjadi pelaksana dari kebijakan tersebut.

"Selain itu, kebijakan tersebut juga menyangkut banyak pihak. Di antaranya DJSN, pemerintah, BPJS, serta masyarakat. Karena ada perubahan-perubahan menyangkut biaya, alur layanan, dan mekanisme yang perlu disiapkan," ujarnya.

Masyarakat khawatir jika kebijakan tersebut diterapkan, akan membuat iuran BPJS naik. Namun Yunita mengatakan iuran masih dihitung oleh pemerintah dan BPJS. "Tentu penyesuaian iuran akan mempertimbangkan banyak hal yang tidak memberatkan masyarakat dibandingkan manfaatnya," tutur Yunita.

Guna memaksimalkan pelayanan kesehatan, selama ini Dinas Kesehatan Jawa Tengah sudah melakukan advokasi, monitoring, dan evaluasi terhadap fasilitas kesehatan. Beberapa aspek yang menjadi perhatian yakni SDM, sarana prasarana, sistem layanan, dan rujukan kesehatan.

Ada 12 kriteria

Sedikitnya ada 12 kriteria yang ditentukan pemerintah supaya rumah sakit bisa melaksanakan KRIS. Baik kriteria sarpras maupun non sarpras.

Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ghufron Mukti mengharapkan agar Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Kementerian Kesehatan dan Asosiasi Rumah Sakit dapat memperjelas kesepakatan definisi dan kriteria KRIS sebelum diujicobakan dan diimplementasikan.

Ghufron mengatakan, pada Rapat Dengar Pendapat (RPD) bersama DPR RI beberapa waktu lalu, DJSN mengungkapkan bahwa telah menyepakati 12 kriteria yang akan menjadi dasar penyelenggaraan KRIS.

Ke-12 kriteria tersebut dititikberatkan pada kondisi sarana dan prasarana non medis yakni ruang rawat inap, seperti kondisi ventilasi, suhu ruangan, kepadatan ruang rawat inap, dan lain sebagainya. Namun sayangnya, belum ada kriteria KRIS yang menyinggung sisi medis.

"Untuk itu, kami juga mengusulkan dua kriteria tambahan yang dirumuskan dalam regulasi KRIS, yaitu akses terhadap dokter dan obat. Hal ini merupakan esensi dari pelayanan kesehatan. Harapan kami, regulator menyediakan regulasi yang matang dan komprehensif melihat dari berbagai aspek, agar pelaksanaan KRIS tidak terganjal regulasi yang belum sempurna," ujar Ghufron Mukti.

Jangan sampai pelaksanaan KRIS ini terkesan dipaksakan. Karena berdampak terhadap mutu layanan fasilitas kesehatan, proses verifikasi klaim oleh BPJS Kesehatan, hingga kenyamanan peserta JKN itu sendiri.

Halaman
123

Berita Terkini