Berita Salatiga

Kemenko Polhukam Gelar Dialog Publik RUU KUHP, Mahfud MD: KUHP Harus Diganti

Penulis: Hanes Walda Mufti U
Editor: sujarwo
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menko Polhukam, Mahfud MD saat memberi sambutan dalam acara Dialog Publik RUU KUHP yang digelar secara daring lewat zoom meating serta disiarkan langsung lewat YouTube channel Kemenko Polhukam dan luring di Hotel Shangri-la Kota Surabaya Jawa Timur, Rabu (7/9/2022).

Dirinya mengaku bahkan sangsi pidananya berbeda-beda di setiap KUHP.

“Misalnya jika membuka pasal 44 Moeljatno ini sebetulnya berbeda terjemahannya dengan terjemahan aslinya bahasa Belanda,” jelasnya.

“Karena Moeljatno itu menafsirkan dengan perkembangan terbaru di negeri Belanda dimana waktu itu sudah ada perubahan dalam kedoktetan psikiatri,” tambahnya.

Ada banyak isu lain yang khususnya sebagai bangsa yang merdeka belum memiliki KUHP dan yang dimiliki yakni KUHP resmi dari bahasa Belanda.

“Yang kita pegang sehari-hari itu terjemahan, bukan yang resmi bahasa Indonesia, jadi sebagai bangsa yang merdeka sudah  seharusnya kita memiliki KUHP Nasional,” ujarnya.

Dirinya mengaku ada banyak misi dari KUHP ini misalnya demokratisasi, aktualisasi, harmonisasi dan lainnya.

“Banyak negara yang sudah banyak berkembang, tentang korporasi dan KUHP kota belum dan lain sebagainya,” ungkapnya.

Ketua Umum Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia, Yenti Ganarsih dalam paparannya mengatakan bahwa diantara dinamika pembahasan RUU KUHP terus disosialisasikan kepada masyarakat.

“Dari keunggulan yang kita hadirkan nanti itu prosesnya panjang sekali, bahkan sudah 59 tahun dan kita sudah sosialisasi  kita sedang progres dalam membuat suatu KUHP,” kata Yenti.

Sebagai Negara yang berdaulat sejak 77 tahun yang lalu harus sewajarnya bahkan mungkin sudah terlambat memiliki aturan yang baru.

“Kita sudah lama mencoba hampir 60 tahun membuat peraturan ini menjadi baru dan supaya tersosialisasi setelah tahun 2019,” jelasnya.

Pasal-pasal yang memiliki kekuatan antara lain pasal yang sudah mereduksi pasal-pasal kolonial.

Menurutnya ada 17 keunggulan RUU KUHP bahwa keunggulan ini muncul karena pendekatan dalam pendekatan politis, sosiologis dengan membangun kembali hukum-hukum yang masih hidup dalam masyarakat.

“Berdasarkan Undang-undang 1 tahun 1951 darurat, apabila ada perbuatan-perbuatan yang tidak ada pada KUHP  boleh diberlakukan dengan ancaman pidana tidak lebih dari tiga bulan kurungan,” paparnya.

Guru Besar Hukum Pidana Universitas Diponegoro, Pujiyono dalam paparannya menjelaskan bahwa dari 14 isu krusial ada dua yang sudah diusulkan untuk di hapus.

Halaman
123

Berita Terkini