TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Jawa Tengah menyebut akan terus melakukan koordinasi dan mengalokasikan sumberdaya untuk program pengendalian inflasi dan meredam dampak Inflasi pasca kenaikan BBM subsidi.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Provinsi Jawa Tengah Rahmat Dwisaputra mengatakan, hal ini didukung oleh kebijakan pemerintah pusat yang membolehkan penggunaan pos Anggaran Belanja Tidak Terduga untuk program pengendalian inflasi di daerah.
"Hal ini disampaikan oleh Mendagri pada rapat koordinasi nasional dengan seluruh Provinsi dan kabupaten/kota pada tanggal 30 Agustus 2022.
Rapat tersebut merupakan tindak lanjut dari Petunjuk Teknis yang dikeluarkan oleh kemendagri No. 500/2316/J pada tanggal 24 Agustus 2022 mengenai Penggunaan Belanja Tidak Terduga Dalam Rangka Pengendalian Inflasi di Daerah," kata Rahmat dalam keterangannya, Rabu (5/10/2022).
Disebutkan lebih lanjut, Provinsi Jawa Tengah sendiri telah mencatatkan inflasi Indeks harga Konsumen (IHK) sebesar 1,19 persen (mtm).
Adapun bulan sebelumnya mencatatkan deflasi sebesar 0,39 persen (mtm).
Peningkatan inflasi ini terutama bersumber dari kelompok transportasi.
Realisasi inflasi tersebut tercatat sedikit lebih tinggi dari inflasi nasional yang sebesar 1,17 persen (mtm).
Secara tahunan, Inflasi Jawa Tengah pada September 2022 mencapai 6,40 persen (yoy), lebih tinggi dari inflasi nasional yang sebesar 5,95 persen (yoy).
Kenaikan inflasi pada bulan Ini terutama didorong oleh Kelompok transportasi,
sebagai dampak kenaikan harga bensin dan solar.
"Seperti diketahui pada 3 September lalu, Pemerintah secara resmi mengumumkan kenaikan harga Pertalite (dari Rp 7.650 menjadi Rp 10.000 per liter), Solar subsidi (dari Rp 5.150 menjadi Rp 6.800 per liter), serta Pertamax (dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500 per liter).
Kenaikan harga tersebut turut mempengaruhi kenaikan tarif transportasi. Salah satunya tercermin pada tarif angkutan antar kota yang turut mengalami peningkatan pada Bulan September 2022," terangnya.
Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau mulai menunjukkan peningkatan Indeks harga meskipun masih tercatat mengalami deflasi sebesar 0,15 persen (mtm).
Indikasi peningkatan harga pada kelompok komoditas ini terutama didorong oleh kenaikan harga beras seiring dengan berlalunya masa panen di Jawa Tengah.
Lebih lanjut, telah terjadi serangan hama di beberapa wilayah sentra di Jawa Tengah sehingga turut mempengaruhi panen padi, salah satunya seperti yang terjadi di Kabupaten Semarang.
Meski demikian, diperkirakan pada Oktober mendatang terdapat beberapa wilayah yang mulai memasuki masa panen sehingga diperkirakan harga beras akan segera kembali ke level normalnya.
Di sisi lain, beberapa komoditas seperti bawang merah dan aging ayam ras masih menunjukkan penurunan harga. Berlanjutnya penurunan harga bawang merah terjadi seiring dengan sejumlah daerah sentra di Jawa Tengah yang telah memasuki masa panen, diantaranya wilayah Brebes dan Kendal.
Selanjutnya, penurunan harga daging ayam ras ditengarai akibat kondisi oversupply yang saat ini terjadi di pasar.
Menyikapi hal tersebut, Menteri Perdagangan Republik Indonesia, Zulkifli Hasan mengatakan, beberapa upaya akan dilakukan untuk menjaga harga agar tidak semakin jatuh.
Di antaranya dengan mengurangi produksi bibit ayam, memusnahkan sebagian day old chicken (DOC), serta melakukan pembatasan impor indukan bibit ayam.
Di sisi lain, harga emas perhiasan justru mencatatkan penurun pada periode ini.
Penurunan Ini sejalan dengan penurunan harga emas dunia. Secara bulanan, harga emas dunia turun sebesar 2,81 persen. Penurunan tersebut terjadi seiring dengan kebijakan The Fed untuk menaikkan suku bunga sehingga berdampak pada apresiasi nilai dolar AS.
Hal ini mempengaruhi preferensi investor dari aset safe haven menjadi kepada surat berharga berdenominasi USD. (*)