TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Seluruh peserta dan narasumber yang mengikuti Forum Semarang Berdaya langsung terdiam, kala Sigit menceritakan pengalamannya.
Sigit merupakan satu di antara warga Kelurahan Meteseh, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang yang ikut dalam forum tersebut.
Forum yang digelar Yayasan Anak Bangsa Bisa (YABB), bersama changemakers itu, bertujuan untuk mengurangi risiko banjir, Rabu (12/10/2022).
Selain itu, acara yang digelar di Hetero Space Kota Semarang tersebut juga fokus untuk meningkatkan cadangan air tanah di Kelurahan Meteseh.
Baca juga: Pedagang Pasar Johar Minta Pemkot Semarang Pasar Relokasi MAJT Ditutup Permanen, Karena Alasan Ini
Semarang Berdaya merupakan proyek yang menerapkan teknologi zero run-off.
Yakni berupa instalasi terintegrasi antara poreblock atau paving block berpori dan sumur resapan.
Dalam acara tersebut Sigit bercerita di hadapan peserta dan narasumber, selama hidup di Kota Semarang tak pernah jauh dari banjir.
"40 tahun saya tinggal di Semarang Utara dan selalu merasakan banjir."
"Nah kemudian saya pindah ke Meteseh."
"Harapan saya tidak terkena banjir, namun tetap saja banjir," katanya, Rabu (12/10/2022).
Dari pengalamannya, Sigit berharap ada solusi mengatur banjir di Kota Semarang.
"12 tahun di Meteseh juga sama selalu diintai banjir."
"Apalagi pengembang perumahan di tempat saya sudah melarikan diri."
"Sampai sekarang warga mencari solusi untuk mengatasi banjir," ucapnya kepada Tribunjateng.com, Rabu (12/10/2022).
Cerita Sigit juga mendasar, karena identifikasi yang dilakukan ReservoAir dan Liberates Creative Colony, Kelurahan Meteseh merupakan wilayah rentan bencana banjir.
Dari identifikasi yang dilakukan pada 2021, Kota Semarang diterpa 432 bencana alam, dimana 63,11 persen di antaranya bencana hidrometeorologi.
Baca juga: Jalan Sriwijaya Baru Kota Semarang Sudah Bisa Digunakan November Mendatang
Pada tahun yang sama, kasus banjir menimpa Meteseh berulang kali dan membawa kerugian sosial ekonomi kepada 100 jiwa di tiap kasus.
Bencana banjir di Meteseh disebabkan oleh perubahan fungsi lahan, perubahan iklim, alasan geografis, maupun perilaku masyarakat.
Keluhan Sigit pun dijawab oleh Monica Oudang, Chairwoman YABB.
Menurutnya, masyarakat di Meteseh dan area lain di Kota Semarang membutuhkan solusi yang bisa berdampak lebih cepat dan lebih luas.
"Hal itu yang menjadi alasan YABB dan Catalyst Changemakers Ecosystem (CCE) hadir di Meteseh."
"Kami membawa inovasi yang mudah diaplikasikan dan direplikasi sehingga bisa mencegah banjir," katanya kepada Tribunjateng.com, Rabu (12/10/2022).
Kepala Bappeda Kota Semarang, Budi Prakoso juga mendukung adanya inovasi untuk mengurangi dampak banjir tersebut.
Baca juga: Perkelahian 2 Geng di Semarang Berawal Saling Lirik Terekam CCTV, 1 Korban Ditemukan Tewas
“Saat ini sudah dilakukan berbagai bentuk penanggulangan banjir di Kota Semarang."
"Seperti pembangunan tanggul, polder, pompa, dan bendungan."
"Namun itu belum cukup, kami masih membutuhkan kerja sama dengan berbagai pihak untuk mempercepat dan memperluas dampak di Kota Semarang," ujarnya.
Menyadari urgensi permasalahan bencana hidrometeorologi di Kota Semarang, penyusunan solusi inovatif melalui Catalyst Changemakers Lab (CCL) pun dilakukan.
Kolaborasi pemangku kepentingan multisektor, para changemakers akhirnya menghadirkan solusi berbasis ekosistem di lapangan yang menggabungkan optimalisasi teknologi dan pemberdayaan masyarakat di
Meteseh yang dihuni 24.195 jiwa.
Dua solusi utama yang diterapkan di Kelurahan Meteseh Kota Semarang adalah teknologi zero run-off terintegrasi dan edukasi.
Baca juga: KKP Kota Semarang Prioritaskan Vaksin Meningitis untuk Jemaah Umrah
“Solusi pertama adalah instalasi teknologi terintegrasi antara PoreBlock dan sumur resapan."
"PoreBlock buatan kami memiliki laju infiltrasi 100 kali lebih cepat dibandingkan paving block konvensional."
"Solusi ini mampu mengurangi kerugian akibat banjir terhadap lebih dari 100 warga yang paling terdampak banjir," kata Anisa Azizah, perwakilan changemakers CCE Kota Semarang.
Dilanjutkannya, kelebihan lain dari solusi tersebut adalah integrasi antara PoreBlock dan sumur resapan yang bisa mempunyai tangkapan air lebih luas dan menyerap air lebih cepat dibandingkan bila dua komponen ini berjalan
terpisah.
"Dengan demikian, solusi yang dibangun di 18 titik dengan total luas permukaan 1,5 ribu meter persegi ini akan mengurangi limpasan air sebanyak 39 ribu liter pertahun."
"Dan menjadikan air tersebut sebagai cadangan air tanah,” jelas Anisa kepada Tribunjateng.com, Rabu (12/10/2022).
Anisa menambahkan, solusi kedua berupa edukasi langkah pencegahan bencana hidrometeorologi kepada
150 keluarga.
“Kami berharap mereka bisa menularkan pengetahuan ini kepada masyarakat lebih luas."
"Selain itu, kami juga akan mensosialisasikan teknologi zero run-off untuk membangun antusiasme masyarakat mereplikasi solusi ini melalui pameran yang ditargetkan mampu menjangkau 700 orang di Hari Air Sedunia tahun depan," tambahnya. (*)
Baca juga: Pengabdian Kepada Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang 2022
Baca juga: Launching HEM Centre Warnai Dies Natalis Ke-59 FEB UNSOED
Baca juga: 7 Weton Sulit Diguna-guna, Punya Pagar Ghaib Penangkal Sihir
Baca juga: Kumpulan Doa Anak Agar Menjadi Pribadi yang Baik