Sembari mengembangkan produksinya, ia pun mencari cara untuk bisa ekspor.
Baginya, Indonesia merupakan salah satu penyuplai bulu mata palsu ke berbagai belahan dunia.
Potensi pemasaran bulu mata palsu di Indonesia berkisar 250 juta orang.
"Tapi kalau ekspor, potensi market kita tuh bisa di sekitar tujuh miliar orang. Lalu kita bayangin aja potensi market-nya kalau satu persen wanita di seluruh dunia itu pakai bulu mata gitu ya, kita udah bisa bayangin kalau potensi market-nya," tambah Dewi.
Alasan lain Dewi mengekspor bulu mata palsu juga lantaran persyaratannya yang tak sulit.
Administrasi yang relatif mudah dan potensi pasar yang terbuka lebar meneguhkan keputusannya.
Namun, keputusan Dewi mengekspor bulu mata palsu tak berjalan mulus. Ada sejumlah pihak termasuk rekan-rekannya yang meremehkan keputusannya.
"Bahkan ada teman lama yang bilang 'Kamu emang kamu bisa? Emang kamu punya order on hand? Order on hand maksudnya bisa nge-closing. Orang kan banyak yang tanya nyari buyer yang penting kan bisa closing," ujar dia.
"Justru diremehkan itu justru malah membuat saya makini terpacu harus bisa ekspor," kata ibu dari tiga anak tersebut. Dewi pun mencoba-coba ekspor dengan bekal seadanya.
Baca juga: Tampil Mempesona dengan Bulu Mata Cetar dan Kuku Cantik di PG Beauty Kota Semarang, Mulai Rp 90 Ribu
Istilahnya learning by doing.
Dewi menyebutkan, pada awal dirinya mencoba ekspor, belum banyak platform yang menyediakan kesempatan untuk ekspor.
"Jadi learning by doing aja. Banyak jatuhnya juga. Memang gambling sih. Yang pasti banyak jatuh bangun dan berdarah-darah. Kena tipu banyak ya," kata Dewi.
Dewi pernah tertipu dari supplier bahan baku bulu mata dan buyer.
Supplier bahan baku yang nakal biasanya kerap membawa kabur uang pembayaran di muka.
"Minta uang muka, taunya enggak jadi barang juga. Sering juga kami kasih uang muka, kan kami ada deadline. Pada hari H gak selesai," ujar Dewi.