Tampilannya sendiri nampak kontras dengan bangunan sekelilingnya.
Empat tiang itu bisa menjadi tanda bahwa masjid peninggalan Waliyullah Syekh Hasan Munadi merupakan masjid tua.
Konon, sebelumnya, cungkup itu hanya bersaka satu.
Seiring berjalannya waktu, saka atau pilar utama itu dibelah menjadi empat bagian.
Saka yang dimaksud, sampai sekarang masih ada.
Asal-usul saka tersebut diyakini berasal dari Demak.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, tiang itu diambil dari bahan-bahan yang dipersiapkan Walisongo untuk pembangunan Masjid Agung Demak.
Syekh Hasan Munadi yang sudah memutuskan menetap di kaki gunung Ungaran saat itu menyanggupi permintaan Sunan Kalijaga untuk membantu pembangunan Masjid Agung Demak.
Kemudian, Hasan Munadi meminta syarat bahwa satu di antara saka yang hendak dibuat untuk Masjid Agung Demak dikirim ke Ungaran.
Sebab, Hasan Munadi saat itu tengah membangun sebuah masjid untuk tempat pembelajaran agama Islam bagi masyarakat di kaki Gunung Ungaran.
Permintaan tersebut disanggupi Sunan Kalijaga dan para prajurit Kesultanan Demak Bintoro kala itu langsung dikirim ke kaki Gunung Ungaran.
Sendang Nyatnyono
Selain Makam Waliyullah Hasan Munadi, Kyai Hasan Dipuro dan Masjid Subulussalam, terdapat satu lagi jejak peninggalan penyebaran Islam di sana, yaitu Sendang Nyatnyono.
Sendang keramat tersebut juga berjuluk Sendang Kalimah Tayyibah.
Di sendang tersebut, terdapat mata air di mana airnya dipercaya berkhasiat khusus dan memiliki karomah dan berkah.
Menurut Amin, sendang itu ditemukan pada 1985.