Pada 2015, ketika Soimah membeli rumah.
Mengikuti kesaksiannya di notaris, patut diduga yang berinteraksi adalah instransi di luar kantor pajak yang berkaitan jual beli aset yakni petugas Badan Pertahanan Nasional (BPN) dan Pemerintah Daerah (Pemda) setempat.
Kalaupun kejadian tersebut melibatkan petugas pajak, maka biasanya anggota pajak di lapangan hanya sebatas bertugas memvalidasi.
Validasi dilakukan di kantor pajak kepada penjual bukan kepada pembeli untuk memastikan nilai yang dipakai telah sesuai dengan ketentuan.
Mengenai keluhan Soimah tentang kedatangan petugas pajak yang membawa debt collector untuk mengecek detail bangunan, Ditjen Pajak menyebut sudah memiliki petugas Juru Sita Pajak Negara (JSPN).
Baca juga: Pesan AM Santri Ponpes Gontor Sebelum Tewas Dianiaya Senior ke Soimah, Setelah Meninggal Baru Ngerti
Dalam menjalankan pekerjaannya pun JSPN dibekali surat tugas dan menjalankan perintah jelas jika ada tunggakan pajak.
Soimah tidak pernah diperiksa kantor pajak dan tercatat tak ada utang pajak.
"Lalu buat apa (Soimah) didatangi sambil membawa debt collector?"
"Apa benar itu pegawai pajak?" ungkap Ditjen Pajak.
Kalaupun benar itu petugas pajak, mungkin saja itu petugas penilai pajak yang meneiliti pembangunan pendopo Soimah.
Petugas penilai pajak bahkan melibatkan penilai profesional agar tak semena-mena.
Hasilnya, bangunan Pendopo Tulungo milik Soimah tersebut ditaksir Rp 4,7 miliar, bukan Rp 50 miliar seperti yang diklaim Soimah.
Penting dicatat, kesimpulan dan rekomendasi petugas pajak tersebut bahkan belum dilakukan tindak lanjut.
Menurut UU PPN dan PMK Nomor 61 Tahun 2022, membangun rumah tanpa kontraktor dengan luas di atas 200 meter persegi maka terutang PPN 2 persen dari total pengeluaran.
Baca juga: Soimah Ungkap Kondisi Lesti Kejora, Akui Kecewa Berat pada Rizky Billar
Maka dengan belum ditindaklanjutinya rekomendasi petugas pajak, artinya PPN terutang 2 persen dari Rp 4,7 miliar itu sama sekali belum ditagihkan.