TRIBUNJATENG.COM, PATI - Bertahun-tahun bekerja sebagai sopir mobil pengangkut ikan pindang, Munarso (36) satu tahun belakangan mulai memberanikan diri menjalankan usaha pemindangan sendiri.
Bersama istrinya, Ika Desi Wijayanti (35), dia mengoperasikan rumah produksi pemindangan di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati.
Rumah produksi ini setiap hari mengolah tak kurang dari satu ton ikan.
Baca juga: Resep Ikan Pindang Lombok Ijo Ide Menu Makan Siang Simple
Berikut kisahnya.
Munarso menceritakan, sejak 2003 saat usianya masih remaja, dia bekerja sebagai sopir mobil bak pengangkut ikan pindang.
"Saya ini awalnya sopir, orang lapangan. Dulu sejak 2003 saya kerja ikut pengusaha ikan pindang di Dukutalit sini. Saya biasa kirim ikan ke Solo, Semarang, Ambarawa Jogja, Kebumen, Wonosobo, dan beberapa daerah di Jawa Timur," ungkap dia saat ditemui TribunJateng.com di tempat produksi ikan pindang miliknya, Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Senin (12/6/2023).
Dari keterlibatan langsung selama nyaris 20 tahun dalam ekosistem bisnis ikan pindang, Munarso kenyang pengalaman. Dia sudah memahami cara kerja bisnis pemindangan.
"Karena pengalaman sudah ada, juga tahu seluk-beluk pasar, dan terutama karena ada dukungan dari orang tua, akhirnya saya berkeyakinan membuka usaha sendiri," kata dia.
Akhirnya, pada 2022 lalu, Munarso bersama istrinya, Ika, mulai memproduksi ikan pindang dengan modal awal uang tabungan sekira Rp50 juta.
Menurut Munarso, permintaan pasar terhadap ikan pindang sangat tinggi. Tidak ada habisnya. Sebab, ikan pindang memang kebutuhan konsumsi sehari-hari banyak orang di Indonesia.
"Dengan semakin banyak permintaan, semakin banyak pula (tambahan) modal untuk mengembangkan usaha," ujar dia.
Munarso menyebut, saat ini, dalam satu hari dia dibantu 15 orang pekerja bisa mengolah tak kurang dari satu ton ikan untuk dipindang. Jenis ikan yang ia olah ialah perkak, tongkol, dan salem.
Dalam satu pekan, hanya satu hari rumah produksinya libur.
Istri Munarso, Ika, menambahkan bahwa lebih tepatnya pihaknya mengolah tiga "tiban" ikan setiap hari dengan omzet (kotor) sekira Rp30 juta.
"Satu tiban itu 36 plastik. Tiap plastik isinya 10 kilogram, jadi satu tiban 360 kilogram. Dalam sehari ada tiga tiban ikan, berarti kira-kira 1.080 kilogram, satu ton lebih," papar dia.
Ika mengatakan, ia mengambil bahan baku ikan dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Juwana. Namun, jika sedang tidak ada kapal bongkar muatan di TPI, ia akan mengambil bahan baku dari cold storage.
Adapun tahapan pembuatan ikan pindang dimulai dari mencairkan es ikan beku, menyortir ikan dan mengemasnya dalam besek bambu, merebus ikan yang sudah dimasukkan besek dalam air garam, kemudian menyemprot ikan dengan air hangat bersih untuk menghilangkan sisa kotoran.
Proses perebusan membutuhkan waktu sekira 10-15 menit untuk ikan ukuran kecil dan sekira 30 menit untuk ikan ukuran besar.
Ikan-ikan yang sudah dimasak pindang itu lalu didistribusikan ke pasar-pasar di wilayah Pati, Sayung (Demak), Ambarawa, Parakan, hingga Magelang.
Ikan pindang ukuran kecil buatan Munarso dan Ika dibanderol Rp55 ribu per satu ikat isi 20 besek.
"Kalau pindang ikan salem ukuran besar harganya Rp80 ribu isi sembilan besek. Itu harga untuk bakul pasar," kata Munarso.
Menurut dia, ikan salem pindang punya tingkat permintaan pasar paling tinggi dibanding jenis ikan lainnya.
Ditanya mengenai kendala yang dihadapi, Munarso mengatakan, pengusaha pemindangan yang tergolong "pemain baru" seperti dirinya terkadang masih sulit mendapat tenaga kerja. Menurutnya, para tenaga pemindangan banyak yang lebih memilih bekerja di pengusaha yang skala produksinya lebih besar.
Namun, perlahan tapi pasti, Munarso tetap berupaya membesarkan usaha.
Untuk memperbesar skala usaha, pada Mei 2023 ini, dia mengambil modal Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari BRI senilai Rp100 juta. Pinjaman itu ia gunakan sebagai tambahan modal untuk meningkatkan kapasitas usaha.
Baca juga: Pengakuan Pedagang Pindang Terima Amplop Kosong dari Jokowi, Kok Bisa?
Mantri (Tenaga Pemasar Mikro) BRI Unit Juwana 1, Nina Herfiana, mengatakan bahwa perbankan berani memberi suntikan modal KUR cukup besar karena Munarso berpengalaman dan menguasai pasar.
"Beliau ini mantan sopir, jadi sudah tahu pedagang-pedagang di luar kota. Pengalamannya sudah ada dari dulu," kata dia.
Nina menambahkan, dilihat dari aktivitas produksi yang dilakukan setiap hari, usaha pemindangan milik Munarso juga berpotensi untuk terus berkembang. (mzk)