TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Rp 8,5 miliar tagihan piutang iuran BPJS Kesehatan dari Badan Usaha di Jawa Tengah sepanjang 2022 belum bisa tertagih.
Hal tersebut disampaikan Deputi Direksi BPJS Kesehatan Wilayah VI, Dwi Martiningsih.
Dari total piutang Rp 12 miliar, hingga Mei 2023, baru berhasil ditagih Rp 3,5 miliar.
"Masih ada Rp 8,5 miliar yang belum bisa tertagih dari total tunggakan Rp 12 miliar."
"Itu dari 3.672 Badan Usaha yang menunggak hingga Mei 2023," ungkapnya kepada Tribunjateng.com, Kamis (22/6/2023).
Baca juga: BPJS Ketenagakerjaan Serahkan Klaim Jaminan Kematian 2 Perangkat RT/RW di Tembalang
Baca juga: Inilah Employee Volunteering BPJS Ketenagakerjaan Semarang Pemuda, Bantu Alat Kebersihan Musala
BPJS Kesehatan mencatat di wilayah Jawa Tengah terdapat 46.895 entitas usaha dengan serapan 1,6 juta pekerja.
Berdasarkan data yang dia miliki, terdapat kelompok iuran yakni masyarakat miskin yang kewajiban iuran dibayar oleh pemerintah, peserta mandiri, pekerja pemerintah yang dibayarkan oleh negara, dan pekerja di sektor swasta.
Hal inilah yang menjadi sasaran penegakan kepatuhan pembayaran iuran karena pada sektor swasta yang sebagian tidak dibayarkan iuran.
Guna mendorong kepatuhan pembayaran iuran dan optimalisasi program jaminan kesehatan nasional di Jawa Tengah, pada kesempatan ini dilakukan Penandatanganan MoU atau Perjanjian Kerja Sama Kedeputian Wilayah VI BPJS Kesehatan dengan Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah.
Perjanjian kerja sama tersebut diadakan di Hotel Aruss Kota Semarang pada Kamis (22/6/2023).
Baca juga: PT SAMI JF Gandeng BPJS Ketenagakerjaan Salurkan Program CSR
Baca juga: 2 Perangkat RT/RW Kelurahan Plamongansari Meninggal, Dapat Santunan 42 Juta BPJS Ketenagakerjaan
"Perjanjian in juga untuk optimalisasi tugas dan fungsi antara BPJS Kesehatan dengan kejaksaan dalam menyelesaikan masalah perdata dan tata usaha negara," terang Dwi.
Dia menambahkan, kerja sama dengan Kejati Jateng dapat meningkatkan pengawasan dan kepatuhan di Jawa Tengah.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Kejati Jateng, I Made Suarnawan menyatakan, kerja sama ini harus ditindaklanjuti dengan Surat Kuasa Khusus.
"Sesuai fakta-fakta di lapangan atau kesulitan yang dialami di lapangan."
"Apakah itu dalam bentuk bantuan hukum, baik litigasi maupun nonlitigasi," ungkapnya kepada Tribunjateng.com, Kamis (22/6/2023).