Dia menjelaskan, fenomena itu membuat seluruh permukaan bulan yang menghadap Bumi memantulkan sinar matahari.
“Untuk 2023 ini, supermoon akan terjadi pada 3 Juli, 1 Agustus, 31 Agustus, dan 29 September,” jelasnya.
Menurutnya, supermoon tidak akan berefek berbahaya terhadap Bumi termasuk Indonesia.
“Tetapi mungkin akan ada perubahan pada pasang surut air laut,” kata dia.
Baca juga: Pelabuhan Tanjung Emas Siapkan Infrastruktur Mengantisipasi Banjir Rob, Fenomena Bulan Purnama Juni
Asal Usul Istilah Supermoon
Dikutip dari Space, istilah “supermoon” tidak berasal dari astronomi, melainkan dari astrologi bidang pseudoscientific.
Itu mempelajari pergerakaan benda langit untuk membuat prediksi tentang perilaku dan peristiwa manusia.
Istilah ini pertama kali disebutkan dalam artikel pada 1979 untuk majalah Dell Horoscope oleh Richard Nolle.
Nolle mendefinisikan supermoon sebagai bulan baru atau bulan purnama yang terjadi dengan bulan berada di posisi terdekat dengan Bumi dalam orbit tertentu.
Namun, baru beberapa tahun terakhir ini, istilah supermoon lebih diperhatikan oleh masyarakat Bumi.
Dimulai sekira 2004.
Bulan diketahui memiliki jarak rata-rata sejauh 238 ribu mil atau 382.900 kilometer dari Bumi.
Namun apogee (posisi terjauh) dan perigee (posisi terdekat) bulan berubah-ubah karena orbitnya yang berbentuk elips.
“Alasan utama mengapa orbit bulan bukan lingkaran sempurna (elips) adalah karena ada banyak gaya pasang suruh atau gravitasi yang menarik bulan,” ujar ilmuwan NASA, Noah Petro.
Ia menambahkan, gravitasi Bumi, matahari, dan planet lain berpengaruh pada orbi bulan.