Di sisi lain, proses pelaporan polisi masih terkendala dari nenek korban yang berusaha mencegah ibu korban melaporkan kasus tersebut.
"Kami tetap menguatkan beberapa bukti sebelum melakukan pelaporan," jelasnya.
Kasus lainnya, lanjut Rhadite, berupa eksploitasi ekonomi terhadap dua anak kelas 2 dan 4 SD di Kabupaten Semarang.
Kasus itu bermula dari peristiwa perceraian kedua orangtua korban sehingga kedua korban mengikutinya ibunya sedangkan ayahnya kembali ke daerah asal di Tegal.
Alih-alih merawat anaknya dengan baik, ibu korban malah bertingkah sebaliknya dengan menyuruh kedua anaknya mengemis.
Korban dipaksa untuk mengemis ketika menolak maka akan mendapatkan kekerasan baik dari ibu kandungnya maupun dari bibi korban.
Kondisi itu berpengaruh pula ke akademik korban karena jarang sekali masuk ke sekolah.
"Korban alami kekerasan fisik, penelantaran dan eksploitasi ekonomi," bebernya.
Beruntung, ada teman dari ayah korban melihat kedua korban di minimarket lalu difoto.
Foto tersebut kemudian dikirimkan ke ayah korban.
Mengetahui hal itu, Ayahnya lalu mengadu ke kantor LBH Semarang pada April 2023.
LBH Semarang lantas melakukan komunikasi ke sekolah sehingga tidak alasan bagi korban untuk tinggal kelas.
Begitupun DP3A kabupaten Semarang sudah bergerak dengan memberikan layanan psikis dan sosial terhadap korban.
"Mau lapor polisi tapi dicegah keluarga agar kasus itu diselesaikan baik-baik," katanya.
Menurutnya, kondisi tersebut memang menjadi kendala dalam penyelesaian kasus kekerasan terhadap anak.