Korban mengalami kekerasan setidaknya empat kali.
Kekerasan pertama berupa pemukulan bertubi-tubi menggunakan tangan terbuka di kepala dari arah atas, depan, kiri dan kanan.
Pukulan mengenai di kepala dan tendangan di tulang kering oleh Pembina dan Pengasuh Taruna (Binsuhtar) pada Minggu, 9 Oktober 2022.
Penganiyaan kedua, korban mengalami pemukulan di kepala bagian belakang sebanyak lebih dari 10 kali oleh seniornya angkatan 56, Minggu sore, 23 Oktober 2022.
Berikutnya, korban mengalami penganiayaan fisik, dipukul sekitar 40 kali di bagian perut, termasuk ulu hati pada Rabu malam, 2 November 2022
Terakhir tadi malam Selasa (13/6/2023) , korban alami kekerasan dengan ditendang oleh seniornya.
"Secara fisik memang tidak begitu parah, tetapi hal itu mengingatkan rasa trauma korban. Hal itu terbukti dari hasil assesment psikolog LPSK yang menyatakan korban alami trauma," bebernya.
Selepas mendapatkan kekerasan, korban sempat mengambil cuti sekolah mulai Desember 2022 hingga Mei 2023.
Selama cuti, korban didampingi kuasa hukumnya melaporkan kejadian itu tak hanya ke Polda Jateng melainkan pula ke Kementrian Perhubungan (Kemenhub) yang membawahi sekolah kedinasan tersebut.
Persisnya ke Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Daerah (BPSDM) Kemenhub.
Pihak lainnya yaitu ke lembaga perlindungan korban dan saksi (LPSK).
Hasilnya, korban sempat diyakinkan oleh BPSDM akan mendapatkan jaminan keamanan.
Korban juga mengajukan berbagai hal ke pihak BPSDM yakni meminta korban dipindahkan ke Sekolah Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta dengan tujuan lebih mudah untuk pengawasan orangtua.
BPSDM meminta korban kembali ke asrama sedangkan pihak PIP Semarang meminta korban untuk kembali bersekolah.
"Ternyata masih sama, korban mendapatkan perundungan karena korban melapor tercium oleh para taruna lainnya hingga kekerasan yang terjadi tadi malam," ungkap Radit.