Kyai Cabul Semarang

Puisi dari Kyai Cabul Semarang, yang Membuat Santriwati Sempat Terkesima, Berujung Jadi Korban

Penulis: iwan Arifianto
Editor: rival al manaf
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Polisi saat menggiring Pimpinan Pondok Pesantren Hidayatul Hikmah Al Kahfi Kota Semarang, Muh Anwar (46) alias Bayu Aji Anwari yang menyetubuhi para santrinya untuk menunjukkan lokasi kamar para santri perempuan di pondok tersebut, di Lempongsari, Gajahmungkur, Kota Semarang, Jumat (8/9/2023).

Meski memiliki lima anak perempuan yang masih di bawah umur dan seorang istri, tak menghalangi kyai cabul asal Rejosari, Semarang Timur ini untuk menyetubuhi para santrinya.

Dalihnya, ia merasa khilaf melakukan hal tersebut. "Alasan saya melakukan itu khilaf," imbuhnya.

Ia memberikan pula doktrin kepada para korban ketika menuruti kemauannya bakal dijanjikan biaya kuliah lewat program beasiswa.

"Ya janjikan bisa kuliah. Kita bantu. Ada program beasiswa. kita beritahu prosedur bisa dapat beasiswa itu," katanya.

Menurut Kasatreskrim Polrestabes Semarang AKBP Donny Lumbantoruan, aksi tersangka untuk korban MJ (17) warga Demak sudah dilakukan sejak tahun 2020.

Kekerasan seksual bermula ketika orang tua korban yang merupakan jemaah di ponpes yang dikelola tersangka menitipkan anaknya untuk disalurkan ke sebuah ponpes lainnya di Malang.

Korban diminta untuk transit terlebih dahulu di ponpes Hidayatul Hikmah Al-kahfi di Lempongsari, Kecamatan Gajahmungkur, Kota Semarang pada Juli 2020.

"Setiba di pondok pada 31 Juli 2020, tersangka melakukan perbuatan cabul dengan cara meremas payudara korban. Korban berteriak, lalu tersangka melarang berteriak," katanya.

Kejadian berikutnya pada tahun 2021,  tersangka mengajak korban pergi saat sedang liburan sekolah menggunakan motor.

Namun korban tidak tahu bakal diajak kemana. Orangtua korban tak curiga lantaran yang mengajak kyainya.

Korban sempat dibelikan es buah lalu diajak ke hotel di Banyumanik.

Sampai di hotel langsung diajak masuk ke kamar lalu disuruh tiduran di samping tersangka.

Korban menolak sehingga membuat tersangka emosi. Keluarlah doktrin-doktrin tersangka yang mana berupa petuah bahwa anak harus menaati orangtua.

"Korban terpaksa mengikuti kemauan tersangka dari buka baju sampai melakukan persetubuhan. Kejadian berulang sampai tiga kali. Sehabis itu Korban baru berani bercerita ke orangtuanya," terangnya.

Orangtua korban lantas melaporkan kejadian tersebut ke kantor Polrestabes Semarang.

Halaman
123

Berita Terkini