Ia mengatakan, literasi aparat penegak hukum terkait kasus kekerasan seksual terhadap anak perlu ditingkatkan terutama soal sensitivitas.
"Semisal kepolisian mempelajari sensitivitas terhadap kasus kekerasan seksual. Otomatis menggunakan pasal atau jerat hukum yang berkeadilan kepada korban," bebernya.
Diberitakan sebelumnya, Ari Yulianto (22) seorang penjahit tas perempuan Semarang melakukan sodomi sekaligus pencabulan terhadap keponakannya sendiri berinisial KSA (6).
Antara korban dengan tersangka tinggal dalam satu atap rumah sehingga kelakuan bejat tersangka dilakukan di rumah tersebut di kampung tematik kerajinan tas Pandansari, Sawah Besar, Gayamsari.
Perbuatan tersangka dilakukan sebanyak tujuh kali dilakukan dari akhir Agustus 2023 hingga tanggal 14 Oktober 2023.
Korban melakukan kekerasan seksual tiga hari sebelum korban meninggal dunia atau saat korban sedang sakit.
Namun, polisi dalam rilisnya membantah, tidak ada hubungan antara kematian korban dengan perbuatan tersangka.
"Penyebab kematian korban ada penyakit TBC kronis yang diderita korban, belum ada keterkaitan langsung antara penyebab kematian korban dengan tindakan cabul tersebut sehingga kami sangkakan pasal perbuatan cabul, tidak (pasal berlapis)," kata Kasatreskrim Polrestabes Semarang AKBP Donny Lumbantoruan di Mako Polrestabes Semarang, Kamis (19/10/2023).
Menurut Donny, tersangka terakhir melakukan pencabulan terhadap korban dalam kondisi sakit.
Korban lemas dan ditinggalkan begitu saja oleh tersangka.
Selepas itu, korban alami sakit yang kian parah lalu dibawa orangtuanya ke RS Panti Wilasa Citarum Semarang.
Ketika dibawa orangtuanya ke rumah sakit, pihak dokter memberikan keterangan polisi korban sudah meninggal dunia.
Kendati orang tuanya menilai korban masih hidup saat tiba di rumah sakit.
"Artinya bisa saja korban sudah meninggal dunia dalam perjalanan," bebernya.
Tersangka Ari Yulianto mengatakan, melakukan perbuatan tersebut dilakukan di tempat yang sama yakni di kamar nenek korban saat jeda makan siang.