TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) menerapkan program disiplin positif di sekolah sejak tahun 2017 untuk mencegah terjadinya perundungan.
Dalam diskusi dalam jaringan (daring) antara akademisi peneliti, pejabat Kemendikbudristek, dan media yang digelar oleh Yayasan Setara dengan dukungan United Nations Children's Fund (UNICEF) terkuak bahwa setiap tahun selalu ada pelaporan bullying atau perundungan di sekolah.
Data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat bahwa dalam kurun waktu 9 tahun, dari 2011 sampai 2019, ada 37.381 pengaduan kekerasan terhadap siswa.
Kasus perundungan baik di pendidikan maupun di sosial media angkanya mencapai 2.473 laporan dan trennya terus meningkat.
Selanjutnya, hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Peserta didik dan Remaja 2021 yang dirilis oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menunjukkan bahwa 3 dari 10 siswa laki-laki atau sebesar 34 persen .
Sementara itu, dari 4 dari 10 siswa perempuan usia 13-17 tahun atau sebesar 41,05 % pernah mengalami kekerasan dalam bentuk apapun di sepanjang hidupnya.
Survei ini dilakukan di 33 provinsi, 188 kabupaten/kota, 236 kecamatan dengan jumlah sampel 14.160 rumah tangga yang tersebar di 1.416 blok sensus.
Menurut Koordinator Program Disiplin Positif Yayasan Setara, Bintang Alhuda, pendekatan disiplin positif dapat memberikan pengaruh positif kepada siswa.
Ketika siswa melakukan kesalahan, maka guru dapat melakukan pendekatan dengan mengajak diskusi tanpa harus menghukum secara fisik maupun verbal.
Pendekatan tanpa kekerasan dengan cara memotivasi, merefleksi kesalahan, menghargai, membangun logika, dan bersifat jangka panjang.
"Sehingga dalam hal ini guru memiliki peranan sehingga dapat mengetahui karakter siswanya,” terangnya.
Sementara itu Yayasan Setara, Kemendikbud Ristek dengan dukungan UNICEF Indonesia melakukan survey pada kurun waktu Januari-September 2023 dengan menyebarkan kuesioner kepada responden guru dan siswa jenjang SMP dan SMA/SMK.
Kuisioner terkait dengan pengetahuan dan pengalaman mereka mengenai disiplin positif, perundungan, kekerasan seksual dan intoleransi.
Menurut Rika Saraswati, akademisi dan peneliti dari Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata atau Soegijapranata Catholic University (SCU) Semarang, responden jenjang SMP pada tahap baseline sejumlah 1.356 guru dan sejumlah 9.867 siswa.
Pada tahap endline terdapat 232 guru dan 1.606 siswa yang mengisi kuesioner.