TRIBUNJATENG.COM, KUDUS - Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinsos P3AP2KB) Kabupaten Kudus mencatat, sejak Januari - September 2023 terdapat 26 kasus kekerasan perempuan dan anak.
Dari jumlah tersebut, 11 kasus kekerasan dialami perempuan, dan sisanya 15 kasus kekerasan dialami anak.
Kepala Bidang Pemberdayaan dan Perlindungan Anak pada Dinsos-P3AP2KB Kudus, Any Willianti menyampaikan, dari semua kasus yang dilaporkan tersebut semuanya sudah ditangani.
Baca juga: Program Merdeka Belajar Berkelanjutan dalam Pencegahan Kekerasan
Didominasi oleh pelecehan seksual pada anak dan perempuan yang dialami pelajar tingkat SMP dan SMA.
Selain itu juga terdapat kasus bullying atau perundungan yang terjadi di lingkungan sekolah.
"Dari 26 kasus tersebut, ada yang bersangkutan mengadu sendiri kepada kami, ada juga temannya yang mengadukan. Terkadang korban tidak berani untuk mengadukan langsung," terangnya, Kamis (19/10/2023).
Any Willianti menyebut, kasus kekerasan yang terjadi terhadap perempuan dan anak menjadi perhatian bersama.
Pemerintah daerah melalui Dinsos-P3AP2KB bersama pihak terkait akan berupaya terus melakukan antisipasi dan penanganan terhadap kasus-kasus kekerasan perempuan dan anak.
Saat ini, lanjut dia, pihaknya telah membuka nomor pengaduan di nomor 08116346767 yang bisa diakses oleh siapapun selama 24 jam.
Juga bisa mengakses website daikeren.id milik Dinsos-P3AP2KB Kudus untuk memudahkan pelaporan bagi warga.
Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Kudus, Dwi Yusi Sasepti menegaskan, kasus kekerasan pada perempuan dan anak menjadi perhatian bersama.
Termasuk kasus bullying yang terjadi di lingkungan sekolah.
Baca juga: Antisipasi Kasus Kekerasan Anak dan Perempuan, Pemkab Blora Siapkan Perda dan Perbup
Kata dia, kasus tersebut menjadi PR pemerintah kabupaten, agar bisa menekan terjadinya kasus.
Butuh peran serta beberapa OPD terkait seperti Dinsos-P3AP2KB dan Dinas Pendidikan, Kepemudaan, dan Olahraga (Disdikpora) untuk meminimalisir potensi terjadinya tindak kekerasan pada perempuan dan anak.
"Terkadang olok-olokan dengan teman bisa memicu terjadinya pertengkaran berujung bullying. Kita harus edukasi semua pihak yang terlibat agar bisa bersama-sama mengatasi segala kasus kekerasan yang ada," tuturnya. (Sam)