TRIBUNJATENG.COM - Apa itu nyamuk Wolbachia?
Benarkah nyamuk berwolbachia bisa mencegah penyebaran demam berdarah?
Jika iya, seberapa apan nyamuk ini?
Baca juga: Guru Besar IPDN Pertanyakan Sikap Pemerintah Adanya Deklarasi Kades Dukung Gibran di GBK
Baca juga: Kenapa Nyamuk Wolbachia Bisa untuk Mengurangi Penyakit DBD? Ini Penjelasannya
Kabar mengenai rencana Kementerian Kesehatan untuk mengeluarkan nyamuk Wolbachia di sejumlah wilayah di Bali, tengah menjadi sorotan di masyarakat Indonesia.
Pengumuman tersebut telah menimbulkan beragam respons dan pendapat dari berbagai kalangan.
Beberapa pihak menyambut positif teknologi ini, menganggapnya sebagai inovasi yang dapat memberikan solusi efektif dalam penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) terutama di daerah yang sering terjangkit penyakit ini.
Namun, di sisi lain rencana ini juga menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat.
Beberapa kelompok masyarakat mengekspresikan kekhawatiran terkait dampak lingkungan dan kesehatan yang mungkin muncul sebagai akibat dari pelepasan nyamuk Wolbachia.
Lantas, apa sebenarnya nyamuk Wolbachia dan apakah potensinya menimbulkan bahaya yang lebih besar?
Bukan hasil rekayasa genetik
Pada webinar yang diselenggarakan oleh PB IDI dengan tema "Mengenal Wolbachia dan Fungsinya untuk Mencegah Demam Berdarah" pada Senin (20/11/2023), dijelaskan bahwa nyamuk Wolbachia bukan merupakan rekayasa genetik dan bakteri Wolbachia tersebut berkembang biak dalam sel serangga.
Dalam seminar tersebut, Prof. Dr. Adi Utarini menjelaskan, "Nyamuk ini bukanlah hasil rekayasa genetik."
"Bakteri alami ini, ketika dimasukkan ke dalam tubuh telur nyamuk Aedes aegypti beroperasi dengan menghambat perkembangan virus dengue," katanya.
"Dengan cara ini ketika nyamuk Aedes aegypti menggigit manusia virusnya tidak dapat berpindah ke manusia," sambungnya.
Wolbachia merupakan bakteri yang umum ditemukan secara alami pada 50 persen dari berbagai spesies serangga termasuk beberapa jenis nyamuk, lalat buah, ngengat, capung, dan kupu-kupu, dikutip dari World Mosquito Program, Senin (20/11/2023.
Bakteri ini bertahan di dalam sel serangga dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui telur serangga.
Secara umum, nyamuk Aedes aegypti tidak membawa Wolbachia tetapi sejumlah besar spesies nyamuk lainnya membawa bakteri ini.
Utarini mengatakan saat nyamuk jantan ber-Wolbachia kawin dengan nyamuk betina tanpa Wolbachia maka telurnya tidak akan menetas.
Namun, bila nyamuk betina ber-Wolbachia kawin dengan jantan tidak ber-Wolbachia seluruh telurnya akan menetas mengandung Wolbachia.
Selanjutnya bila nyamuk betina ber-Wolbachia kawin dengan nyamuk jantan ber-Wolbachia maka keturunannya semua akan menetas dan mengandung Wolbachia.
"Kuncinya ada pada garis ibu" kata Utarini.
Bagaimana keamanan nyamuk ini?
Dr. Riris Andono Ahmad, seorang peneliti riset mengenai nyamuk yang ber-Wolbachia di Yogyakarta, menyampaikan bahwa penelitian mengenai teknologi Wolbachia telah dilakukan di kota tersebut selama 12 tahun dimulai sejak tahun 2011
"Proses penelitian melibatkan tahapan fase kelayakan dan keamanan (2011-2012), fase pelepasan skala terbatas (2013-2015), fase pelepasan skala luas (2016-2020), hingga fase implementasi (2021-2022)," ungkapnya Riris.
Dalam penelitian ini, 24 ahli dari berbagai lembaga di Indonesia terlibat dalam penilaian risiko menyimpulkan bahwa risiko yang ditimbulkan oleh penyebaran nyamuk Wolbachia ini sangat rendah dan dapat diabaikan.
Dr. Riris menjelaskan bahwa para ahli telah mempertimbangkan dampak buruk yang mungkin terjadi dan hasil penilaian selama 6 bulan menunjukkan bahwa risikonya rendah
Bahkan hasil penelitian mengungkap Wolbachia mampu menurunkan kasus dengue sebesar 77.1 persen dan menurunkan rawat inap karena dengue sebesar 86 persen.
Mengenai kekhawatiran masyarakat terhadap potensi infeksi Wolbachia pada manusia, Dr. Riris dengan tegas menyatakan bahwa Wolbachia tidak dapat menginfeksi manusia dan tidak ada transmisi terhadap spesies lain.
"Bahkan, Wolbachia tidak mencemari lingkungan biotik maupun abiotik" katanya.
Pada tahun 2022, Kementerian Kesehatan telah mengambil kebijakan di mana Keputusan Menteri Kesehatan merekomendasikan teknologi ini sebagai strategi untuk mengatasi penyakit demam berdarah.
"Kementerian Kesehatan selanjutnya merencanakan implementasi secara bertahap," tambahnya. (Kompas.com)