Lalu, kenapa masih ada pendakian saat Marapi meletus?
Apakah tidak ada penutupan pendakian saat terjadi peningkatan aktivitas vulkanik, seperti Merapi dan Semeru?
Menurut Koordinator Pengamatan dan Penyelidikan Gunung Api Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Ahmad Basuki, pada erupsi Marapi kali ini tidak terekam gempa vulkanik dalam yang menunjukkan pergerakan magma dari dalam.
Fenomena itu menunjukkan bahwa akumulasi tekanan yang menyebabkan letusan, berada di kedalaman dangkal.
"Alat kita tidak merekam adanya gempa vulkanik dangkal. Hal ini menunjukkan bahwa proses tekanan yang terjadi tidak menimbulkan banyaknya retakan-retakan pada batuan yang bisa menimbulkan gempa," ujarnya.
Karena proses peningkatan tekanan tidak menimbulkan gempa, suatu letusan akan sulit untuk diprediksi.
Baca juga: Ini Kondisi Bripda Iqbal dan Bripda Rexy, Dua Anggota Polda Sumbar Korban Erupsi Gunung Marapi
Baca juga: Korban Jiwa Erupsi Gunung Marapi Bertambah Menjadi 22 Orang: Penemuan Sembilan Korban Baru
Marapi saat erupsi terjadi memang berada di level II atau waspada.
Menurut Basuki, wisatawan dan masyarakat sebenarnya dilarang berada dalam radius 3 kilometer atau puncak gunung.
Namun, sambung dia, pihak PVMBG tidak punya hak dan wewenang untuk melarang aktivitas pendakian.
Dilansir dari Kompas.com, Minggu (3/12/2023), Pendakian Gunung Marapi di Sumatera Barat baru ditutup usai erupsi. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mengapa Masih Ada Pendakian Saat Gunung Marapi Meletus?"