Biasanya rentan kalah ketika sudah unggul jauh, Ana/Tiwi melakukan sebaliknya. Pada gim kedua mereka mampu memaksakan adu setting meski sudah tertinggal enam angka di 14-20.
Sayangnya, semangat juang yang ditunjukkan Ana/Tiwi belum membuahkan hasil. Kurang tenang menjadi sorotan mereka dan bukan hanya saat momen krusial di pengujung laga.
"Pada gim pertama, permainan kami terburu-buru," ucap Tiwi.
"Kalau lebih tenang dan tidak bermain terburu-buru seperti pada pertandingan di gim kedua, sebenarnya kami pun bisa mengendalikan pola permainan yang dikembangkan lawan."
"Cuma karena kami main terburu-buru dan tidak tenang, kondisi ini malah jadi bumerang. Permainan kami malah jadi keteteran sendiri.
"Akhirnya banyak mati sendiri atau banyak dimatikan lawan juga."
Rehan/Lisa kalah dari andalan tuan rumah, Dechapol Puavaranukroh/Sapsiree Taerattanachai, yang turun gunung ke turnamen level World Tour Super 300 ini.
Kurang sabar juga menjadi penyesalan Rehan/Lisa. Mereka terjebak dalam taktik bola-bola memanjang yang diperagakan Juara Dunia 2021 itu.
"Bola-bola setengahnya itu sebenarnya juga membuat saya lebih enak. Tetapi seharusnya saya bisa bermain lebih sabar," ucap Rehan.
"Bola-bola kami harusnya bisa belok-belok untuk menyulitkan lawan."
Lisa menambahkan, "Selama pertandingan kami tadi diserang terus. Juga tenaga kami pun mulai habis dari pertandingan-pertandingan sebelumnya."
"Stamina kami juga berkurang banyak. Kekalahan ini tentu akan kami evaluasi lagi."
Dengan demikian, tim bulu tangkis Indonesia mencatatkan pencapaian terburuk di turnamen bertajuk Princess Sirivannavari Thailand Masters ini.
Untuk pertama kalinya sejak Thailand Masters diselenggarakan pertama kali pada 2016, tidak ada wakil Indonesia yang tampil di final.
Indonesia sebenarnya menjadi salah satu negara tersukses.