TRIBUNJATENG.COM, SUKOHARJO - Terdakwa kasus pembunuhan Wahyu Dian Siliviani yang merupakan dosen UIN RM Said, Dwi Febriyanto (23) dituntut seumur hidup.
Pembacaan tuntutan itu dilakukan oleh jaksa penuntut umum (JPU) saat persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Sukoharjo, Senin (19/2/2024).
Menanggapi tuntutan tersebut, pengacara keluarga korban, Gema Akhmad Muzakir mengungkapkan, keluarga dari Wahyu Dian Silviani tidak puas terkait tuntutan dimaksud.
Baca juga: Video Kisah FT Menikah di Rutan Polres Sukoharjo, Mempelai Pria Tahanan Kasus Narkoba
Baca juga: Dwi Febriyanto Pembunuh Dosen UIN RM Said Dituntut Seumur Hidup, Keluarga Korban Belum Puas
"Kalau ngomong tuntutan, sebenarnya kalau mengacu Pasal 340, Pasal 338, atau Pasal 339 KUHP seharusnya dia hukuman maksimal, hukuman mati," ucapnya kepada Tribunjateng.com, Selasa (20/2/2024).
Namun, lanjut Gema, memang karena fakta yang terungkap di persidangan demikian, tentunya harus menghormati tuntutan seumur hidup terhadap terdakwa.
Dia menuturkan, hingga saat ini pihaknya masih menduga adanya aktor intelektual di balik pembunuhan tersebut.
"Yang harus dicari, aktor intelektual di belakang pembunuhan."
"Kami menduga ada pihak-pihak aktor intelektual di belakang pelaku ini," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, JPU yang membacakan tuntutan tersebut, Hendra Oki Dwi Prasetya mengatakan, terdakwa terbukti bersalah atas kasus pembunuhan berencana, sesuai yang diatur dalam Pasal 340 KUHP.
"Tuntutannya seumur hidup."
"Dengan Pasal 340 KUHP, kualifikasi pembunuhan berencana," ucap Hendra Oki Dwi Prasetya.
Dalam tuntutan tersenbut, Hendra menjelaskan ada lima hal yang memberatkan sehingga terdakwa dituntut maksimal.
Sementara pertimbangan untuk meringankan tidak ada.
Baca juga: Kisah FT Menikah di Rutan Polres Sukoharjo, Mempelai Pria Tahanan Kasus Narkoba
Baca juga: Penuh Haru Bahagia, Ketika FT Tahanan Kasus Narkoba Ucapkan Ijab Kabul di Rutan Polres Sukoharjo
Dia menyampaikan, lima poin yang memberatkan terdakwa yakni perbuatan terdakwa menarik perhatian masyarakat, perbuatan terdakwa tergolong sadis.
Korban meninggal dunia di tempat kejadian, terdakwa menikmati hasil kejahatannya, dan perbuatan terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah dalam perlindungan perempuan.