TRIBUNJATENG.COM - Jabatan kepala desa (Kades) kini telah resmi diperpanjang menjadi delapan tahun.
Waktu untuk melayani masyarakat sesuai tugasnya pun menjadi lebih lama.
Demikian pula waktu merealisasikan program-program yang sudah dirancang.
lantas berapa besaran gaji dan tunjangan Kades?
Baca juga: Kyai Abal-abal Bayu Aji Dituntut 15 Tahun Penjara, Cabuli 6 Santri di Semarang, Lihai Jerat Korban
Baca juga: Misteri Pembunuhan Agen Bank di Gresik, Saksi Ditemukan Tewas di Ladang, Ada Racun di Tubuhnya
Berdasarkan PP Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Pada pasal 81 ayat 2(a) diatur besaran penghasilan tetap yang diterima kepala desa, yakni paling sedikit Rp 2.426.640 atau setara 120 persen dari gaji pokok Pegawai Negeri Sipil (PNS) golongan II/A.
Gaji tetap kepala dan perangkat desa masuk dalam APBDesa yang bersumber dari alokasi dana desa. Sementara untuk tunjangannya, diatur dalam PP Nomor 11 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, pasal 100.
Tunjangan untuk pemerintah desa tergantung pengelolaan dana desa ini yang ditetapkan dalam APBDesa.
Ketentuannya paling sedikit 70 persen untuk belanja desa dan 30 persen untuk gaji hingga tunjangan pemerintah desa.
Melansir dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146 tahun 2023 tentang Pengalokasian Dana Desa Setiap Desa, Penyaluran, dan Penggunaan Dana Desa tahun Anggaran 2024, sebanyak Rp 69 triliun telah dianggarkan untuk 75.29 desa.
Dana yang diberikan untuk tiap-tiap desa berbeda-beda tergantung jumlah penduduk desa. Paling rendah Rp 100 juta dan tertinggi RP 1 miliar.
Misalkan dana yang diberikan sebesar Rp 800 juta. Maka, alokasi anggaran 70 persen untuk belanja desa sebesar Rp 560 juta.
Kemudian sisanya 30 % , yakni sebesar Rp 240 juta akan dialokasikan untuk gaji dan tunjangan pemerintah desa, termasuk kepala desa, sekretaris desa, dan perangkat desa.
Diketahui, keinginan para kepala desa (kades) agar mendapat perpanjangan jabatan, terpenuhi setelah hasil Rapat Paripurna Ke-14 DPR RI di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (28/3/2024).
Dalam paripurna itu, disahkan jabatan kades menjadi 8 tahun lewat pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Awalnya, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas mengatakan salah satu perubahannya ialah masa jabatan kepada desa menjadi 8 tahun dan dapat dipilih paling banyak 2 kali masa jabatan.
"Dari sembilan fraksi menyetujui secara bulat agar revisi UU Desa bisa dibawa ke dalam rapat paripurna DPR untuk ditetapkan dan disetujui menjadi undang-undang," kata Supratman.
Lalu Puan menanyakan kepada seluruh peserta rapat untuk menyetujui revisi UU Desa tersebut.
"Apakah Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menjadi undang-undang? Setuju ya? tanya puan.
"Setuju," jawab peserta rapat paripurna.
Baleg DPR telah menyepakati Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dalam rapat Pengambilan Keputusan Tingkat 1 Rapat Panitia Kerja (Panja) Baleg DPR RI bersama Mendagri, Senin (5/2/2024).
Wakil Ketua Baleg DPR RI Achmad Baidowi menyampaikan, salah satu poin krusial yang disepakati dalam revisi UU Desa adalah masa jabatan Kepala Desa menjadi 8 tahun yang bisa dipilih paling banyak 2 kali masa jabatan.
"Kami menangkap aspirasi dari Asosiasi Kepala Desa dan Perangkat Desa yang menginginkan mendesak UU Desa itu direvisi dan sudah kita tangkap itu dan menjadi usulan inisiatif DPR," kata pria yang karib disapa Awiek, Senin.
Hasil kesepakatan itu secara resmi disetujui oleh seluruh 9 Fraksi pada Pembahasan Tingkat 1 dalam rapat. Selanjutnya, hasil Panja Pembahasan Tingkat 1 diserahkan ke Rapat Paripurna DPR RI.
Sekretaris AKD Bangkalan Sebut Banyak Ruang Membangun dan Melayani
Sekretaris Asosiasi Kepala Desa (AKD) Kabupaten Bangkalan, Jayus Salam mengungkapkan, disahkannya UU tersebut merupakan salah satu perjuangan para kades, bukan hanya di Kabupaten Bangkalan tetapi juga kades di seluruh Indonesia.
“Kami melihat politik di desa dengan politik di kota maupun provinsi kan berbeda, karena kompleks sekali. Artinya polemik-polemik yang di bawah ini tidak bisa terselesaikan dalam setahun,” untuk Jayus kepada SURYA.
Jayus yang juga Kepala Desa Aeng Taber, Kecamatan Tanjung Bumi itu menjelaskan, 6 tahun masa jabatan sebelumnya bagi kades, dua tahun di antaranya dihabiskan untuk menyelesaikan masalah dan polemik, menyelaraskan antara pihak pemenang dengan lawan berikut pendukungnya.
“Tidak cukup waktu 6 tahun jabatan untuk membangun. Karena mayoritas pola pikir masyarakat di bawah, tentunya di desa, terhadap pemerintahan belum banyak menyadari. Bukan tidak tahu, belum menyadari kalau kemenangan seorang pemimpin di desa itu bukan kemudian hanya untuk kepentingan pribadi, kelompok atau golongan. Melainkan untuk masyarakat desa secara keseluruhan,” jelas Jayus.
Untuk itu, lanjutnya, ketika ada kemungkinan masa jabatan dari 6 tahun menjadi 8 tahun, para kades yang mengusulkan. Dengan harapan, meminimalisir konflik antar pendukung sehingga layanan terhadap masyarakat bisa lebih maksimal.
“Dengan masa jabatan 8 tahun ini, kami lebih banyak ruang untuk bisa membangun dan melayani masyarakat. Sehingga bisa mensejahterakan masyarakat. Selain itu, pemerintah bisa menghemat energi dan biaya,” tutur Jayus.
Ia juga memberi jawaban diplomatis ketika ditanya apakah bertambahnya masa jabatan kepala desa menjadi 8 tahun tidak justru menambah beban bagi kades dengan kompleksitas masyarakat, implementasi anggaran dan kebijakan.
“Sudah pasti itu akan menambah beban kades. Namun kades menyadari bahwa beban ini menjadi salah satu amanah dari negara. Negara memberikan banyak ruang untuk kami memimpin di desa, menyelaraskan tujuan negara, yakni mensejahterakan masyarakat,” pungkas Jayus.(Surya)