Depresiasi rupiah, menurut Shinta, semakin menambah beban-beban opex ini dan berimbas pada penurunan daya saing industri tersebut di pasar ekspor.
“Untuk industri lain, yang juga vulnerable terdampak negatif produktivitasnya adalah industri-industri manufaktur yang memiliki proporsi impor bahan baku atau penolong yangg tinggi seperti industri mamin, industri automotif, industri produk elektronik, dan lain-lain,” ujar Shinta.
Shinta berujar, probabilitas terjadinya PHK di industri-industri tersebut jauh lebih kecil dibandingkan industri padat karya berorientasi ekspor karena basis pasar industri-industri ini umumnya adalah pasar domestik yang relatif stabil pertumbuhannya.
“Meskipun bila depresiasi rupiah terus berlanjut dan berimbas pada inflasi kebutuhan pokok masyarakat, ya tentu akan ikut turun juga potensi pasarnya dan membuat industri-industri manufaktur nasional yang berorientasi pasar domestik juga ikut tertekan kapabilitasnya untuk mempertahankan tenaga kerja existing,” tuturnya.
Komunikasi Objektif
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah benar-benar berharap agar para pemangku kebijakan bangun komunikasi publik seobjektif mungkin.
Menurutnya, publik juga harus mendapat pemahaman bahwa kondisi saat ini sedang tidak baik-baik saja.“Agar rakyat sejak dini bisa bersiap menghadapi segala kemungkinan dan bersatu-padu,” ujar Said.
Dari sisi teknokratis, hendaknya pemangku kebijakan fiskal dan moneter kian memperkuat kebijakan struktural perekonomian nasional, antara lain, pertama, memastikan tata kelola devisa, terutama devisa hasil ekspor sumber daya alam berjalan optimal untuk memperkuat cadangan devisa.
Politisi PDIP itu mendorong pemerintah memberikan kebijakan insentif dan sanksi yang sepadan untuk menopang tata kelola devisa nasional.
Kedua, terus melakukan reformasi pada sektor keuangan agar lebih inklusif, dan mendorong aliran modal asing semakin tumbuh.
Sebab aliran masuk investasi portofolio kembali positif pada triwulan II 2024 (sampai dengan 30 Mei 2024) secara neto tercatat sebesar 3,3 miliar dolar AS.
“Artinya peluang ini perlu terus dijaga oleh pemerintah dan BI,” jelas Said.
“Agar rakyat sejak dini bisa bersiap menghadapi segala kemungkinan dan bersatu-padu,” lanjutnya.
Ketiga, perketat kebijakan impor, terutama pada sektor sektor yang makin menggerus devisa, dan memukul sektor industri dan tenaga kerja.
Importasi hendaknya difokuskan sebagai kebijakan jangka pendek untuk menambal defisit pangan dan energi yang terus berlanjut.