Berita Nasional

Jokowi Minta BPKP Audit Tata Kelola PDN, Imbas Data Diretas Hacker

Editor: m nur huda
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ilustrasi aksi hacker - Presiden Joko Widodo meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengaudit tata kelola Pusat Data Nasional (PDN) usai diretas sejak 20 Juni lalu.

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengaudit tata kelola Pusat Data Nasional (PDN) usai diretas sejak 20 Juni lalu.

"Nanti kita akan mengaudit, disuruh audit tata kelola PDN," kata Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh usai membahas evaluasi sistem PDN bersama Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (28/6).

Ateh menuturkan, pihaknya akan mendalami tata kelola dan finansial PDN. Adapun audit diperlukan untuk mengetahui potensi kesalahan tata kelola dan dampak dari kebocoran data PDN. Ia menuturkan, sejauh ini PDN memang belum pernah diaudit.

"Aku enggak tahu dampaknya, wong belum diaudit. Kalau kita kan kalau belum diaudit nggak ngomong-ngomong dulu. Nggak tahu (jumlah lembaga yang akan diaudit), baru rapat tadi," tutur Ateh.

Kendati demikian, Ateh tidak menjelaskan lebih lanjut kapan Presiden Jokowi menargetkan audit selesai. "Secepatnya, the sooner the better," jelas Ateh.

Sejak diretas pada 20 Juni lalu, hingga kini sistem PDN belum pulih sepenuhnya. Bahkan, pemerintah terkesan "menyerah" karena tak mampu mengatasi peretasan tersebut.

Pemerintah mengakui telah gagal melawan peretas yang melakukan serangan ransomware ke Pusat Data Nasional (PDN). Serangan siber sejak Kamis (20/6/2024) itu melumpuhkan sejumlah layanan, termasuk pelayanan imigrasi.

Tak hanya itu, serangan turut mengakibatkan data 282 instansi pemerintah yang tersimpan pada PDN terkunci dan tersandera peretas. Sayangnya, nihilnya data cadangan atau back up semakin menyulitkan upaya pemerintah untuk memulihkan data yang terkena ransomware.

Bobolnya PDN membuat pemerintah dicecar DPR RI. Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid menyentil pemerintah bahwa persoalan atas tidak adanya back up data sistem pusat data nasional (PDN) yang diretas bukanlah masalah tata kelola, melainkan kebodohan.

Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Letjen (Purn) Hinsa Siburian mulanya menyebut mereka memiliki masalah dalam tata kelola.

"Kita ada kekurangan di tata kelola. Kita memang akui itu. Dan itu yang kita laporkan juga, karena kita diminta apa saja masalah kok bisa terjadi, itu salah satu yang kita laporkan," ujar Hinsa.

Meutya menegaskan persoalan peretasan PDN bukanlah masalah tata kelola. Dia menyebut pemerintah melakukan kebodohan dengan tidak mem-back up data PDN.

"Kalau enggak ada back up, itu bukan tata kelola sih, Pak, kalau alasannya ini kan kita enggak hitung Surabaya, Batam back up kan, karena cuma 2 persen, berarti itu bukan tata kelola, itu kebodohan saja sih, Pak," tukas Meutya.

Dipanggil Presiden

Di sisi lain, Presiden Joko Widodo memanggil para menteri dan sejumlah pejabat terkait ke Istana Kepresidenan, Jakarta untuk membahas evaluasi sistem pusat data nasional (PDN) pada Jumat (28/6).

Halaman
12

Berita Terkini