Punya Rumah Biodigester
Limbah dari perajin tahu yang berjumlah sampai 200 rumah produksi itu disalurkan melalui pipa-pipa khusus atau Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di bawah tanah.
Saluran itu terpusat di rumah pengolahan yang memiliki empat biodigester dan berdiri di lahan seluas 700 meter persegi.
Penanggungjawab rumah biodigester, Rosikin (52) bercerita, pembuatan IPAL pengolahan limbah tahu menjadi biogas ini sejak 2008.
Sebelumnya limbah tahu dibuang ke belakang rumah, ada kolam yang dibuat oleh masing-masing perajin tahu.
Karena baunya menjadi masalah, sempat ada rencana pembuangan limbah melalui Sungai Gung yang melintasi Desa Kalimati.
Tetapi warga di desa tersebut tidak mengizinkan hingga terjadi keributan.
"Akhirnya dari pemerintah saat itu bekerjasama dengan UGM buat biogas."
"Maka sejak 2008 sampai sekarang, Alhamdulillah masih berfungsi baik," ujarnya.
Rosikin menjelaskan, saat ini pengolahan dan perawatan sepenuhnya sudah diserahkan ke warga Dukuh Pesalakan.
Manfaatnya banyak dirasakan warga, dari limbah yang baunya menyengat justru bisa menjadi gantinya gas elpiji.
Masyarakat lebih hemat dengan cukup membayar Rp15 ribu per bulan dan bisa menggunakan setiap hari.
Selain itu, limbah tahu yang sudah melalui proses biogas saat keluar sungai sudah tidak memiliki bau apapun.
"Jadi penyaringan-penyaringan di biodigester itu saat keluar sudah tidak menyengat, baunya benar-benar hilang," jelasnya.
Rosikin mengatakan, dulu warga yang bisa menggunakan biogas dari tahu ini sampai 60 rumah.