Dengan menggunakan pendekatan historis, sistematis, praktis, dan komparatif, MK menegaskan pemaknaan syarat umur dihitung sejak penetapan pasangan calon, bukan sejak pelantikan.
Hal tersebut setelah beberapa waktu lalu terdapat putusan Mahkamah Agung yang memaknai syarat umur dihitung sejak pelantikan pasangan kepala daerah terpilih dan memerintahkan KPU untuk mengubah aturan syarat usia minimum calon kepala daerah gubernur dan wakil gubernur menjadi 30 tahun saat dilantik, bukan saat penetapan paslon oleh KPU.
Baca juga: Lewat User Education 2024, UPT Perpustakaan UIN Saizu Ingin Mahasiswa Baru Melek Perpustakaan
Baca juga: Lazisnu Banyumas Salurkan Bantuan Pendidikan Rp31,2 Juta untuk 25 Mahasiswa UIN Saizu Purwokerto
Putusan MA itu memberi pintu bagi putra Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep, untuk maju sebagai calon gubernur atau wakil gubernur dalam Pilkada 2024.
Pasalnya, jadwal penetapan paslon gubernur-wakil gubernur dilakukan KPU pada 22 September 2024.
Sedangkan usia Kaesang baru menginjak 30 tahun pada 25 Desember 2024.
Dengan putusan MK yang demikian, artinya, peluang Kaesang untuk maju sebagai pasangan calon kepala daerah pada level provinsi menjadi tertutup, karena syarat umur minimal gubernur adalah 30 tahun.
Sedangkan Kaesang saat penetapan calon kepala daerah provinsi, belum berusia 30 tahun.
Kecuali yang bersangkutan maju sebagai kepala daerah di level Kabupaten/Kota, yang syarat umumya 25 tahun.
Jika tetap memaksakan maju sebagai calon kepala daerah, sesuai putusan MA yang memaknai syarat umur dihitung sejak pelantikan, MK menegaskan akan memutus pencalonan yang demikian sebagai tidak sah melalui persidangan sengketa hasil pilkada di Mahkamah Konstitusi.
Selanjutnya mengenai Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 tentang ambang batas pencalonan MK mengatakan, bahwa syarat pencalonan kepala daerah partai politik tidak lagi menggunakan persentase 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara sah pemilu legislatif.
Menurut MK, syarat pencalonan kepala daerah yang konstitusional adalah dengan menggunakan perolehan suara hasil pemilu legislatif daerah, yang besarannya mengikuti besaran persentase untuk pemenuhan syarat calon perorangan di pilkada, sesuai dengan rentang daftar pemilih pada tiap-tiap provinsi dan kabupaten/kota.
Putusan 60 menghilangkan syarat kursi, dan hanya mengakui syarat suara sah, dan membatalkan bersyarat Pasal 40 ayat (1), dan membatalkan keseluruhan Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada.
Konsekuensinya Pasal 40 ayat (2) juga dinyatakan MK tidak berlaku, atau dalam putusan disebutkan "Pasal 40 ayat (2) UU 10/2016 dan ketentuan lain yang terkait dan terdampak pemberlakuannya harus menyesuaikan dengan putusan a quo.
Dalam amar putusannya, MK kemudian memberikan syarat ambang batas yang berbeda-beda persentasenya untuk setiap wilayah, tergantung jumlah Daftar Pemilih Tetap.
Hari ini Jagat Raya Indonesia kembali digemparkan akan pembangkangan atas putusan MK tersebut.