Yaitu fenomena kotak kosong, atau menangkan kotak kosong, atau gerakan koalisi masyarakat banyumas atau apapun sebutannya.
Hal itu adalah bentuk dari kekecewaan dalam konteks etik politik.
Walaupun dalam dunia politik manuver dan langkah masing-masing partai dianggap sah-sah saja.
Namun dalam di mata publik, mata pemilih, itu tidak seharusnya terjadi, karena mereka tidak akan berpikir sampai hitung-hitungan dan bargaining politik yang ada di elit partai.
"Saya pikir ini menarik karena kemudian masyarakat bergerak, gayung bersambut.
Saya pikir hanya lewat media sosial, tapi ternyata hingga muncul sampai baliho-baliho yang cukup besar dan strategis itu," katanya.
Pihaknya melihat dalam perkembangannya banyak kreasi-kreasi yang dimunculkan dari meme-meme, dari lagu, media sosial yang begitu sangat marak dan sangat kreatif di lapangan.
Tinggal bagaimanakah apakah ini memiliki signifikansi positif dalam prosesnya nanti dan seberapa jauh gerakan ini terkonsolidasi dengan baik, termanage dengan baik, dan tersampaikan pesan-pesannya kepada pemilih.
Hal itu jelas menjadi tantangan juga bagi teman-teman koalisi karena ini sebagai sebuah gerakan kan tidak ada struktur, ini bergerak sendiri kesana kemari.
Kemudian mencair menjadi sebuah isu bersama saja tapi tidak ada platform dan visi misi yang jelas.
"Ini kan bentuk kekecewaan atau lebih tepatnya dalam perkembangannya disebut juga sebagai bentuk perlawanan pemilih atau publik terhadap elit politik.
Saya membacanya bahwa kotak kosong ini sebagai bentuk negosiasi politik antara publik atau pemilih dengan elit partai," terangnya.
Indaru berpandangan apabila membaca komposisi, bukan masalah kalah menang.
Partai pengusung pasangan calon dengan suara sahnya itu ada sekitar hampir 98 persen.
Jumlah pemilih yang sah di Kabupaten Banyumas itu kalau didasarkan pada perolehan partainya dengan suara sah itu total ada 98 persen berkumpul pada pasangan calon.