Namun ada juga yang kurang mampu, harus membeli buku sampai terpaksa ngutang.
“Ada juga yang ngambil dulu bukunya nanti bayarnya dicicil. Kalau saya tidak ngambil dulu buku itu, karena ingin cari tahu dulu kenapa buku ini diperjual belikan.
"Memang pada saat rapat kesepakatan antara orang tua murid untuk membeli buku itu, saya tidak ikut,” sesalnya.
Ia menerangkan, buku tersebut kalau beli secara online di marketplace harganya hanya Rp 25 ribu, penerbitnya juga sama.
“Kasihan sama yang orang tidak mampu, bukan berarti saya tidak mampu. Beli 10 atau 20 kali lipat membeli buku ini bisa beli.
Tetapi jangan disamakan dengan orang lain, mungkin orang lain ekonominya sedang kekurangan, makanya saya tidak dulu ngambil buku, karena ingin tahu kebenarannya,” ujarnya.
Kepala Sekolah SDN 2 Kawalu Andri membantah pihak sekolah telah memperjualbelikan buku.
“Hal itu (jual beli buku) tidak benar, karena itu sudah ada pertemuan antara pihak orangtua murid dan penerbit buku. Pembelian buku ini tidak diwajibkan,” katanya.
Ia menegaskan dari awal phaknya tidak mewajibkan siswa membeli buku.
Buku itu hanya sebagai pegangan.
“Dari awal juga kami tidak mewajibkan, tetapi untuk pegangan dan sebagainya silahkan, tetapi itu di luar kapasitas sekolah.
Kurikulum merdeka, untuk panduannya bisa lihat dari Google, tetapi memang mungkin orangtua murid ingin yang lebih praktis,” jelasnya.
Sementara terkait harga buku yang mahal, Andri mengaku tidak tahu-menahu. Pasalnya buku dijual langsung oleh penerbit.
“Sekali lagi sekolah tidak menjual buku, kami sudah komitmen dengan orangtua, itu pun kalau seandainya kalau memerlukan untuk literatur silakan.
Tetapi di luar kapasitas, itu kerja sama antara penerbit dengan orangtua dan bayarnya juga tidak cash, tetapi dicicil. Kami hanya memfasilitasi saja,” terangnya.
Andri menambahkan, pihak sekolah sudah mewanti-wanti orangtua siswa agar tidak berpikir sekolah menjual buku.
“Dari awal juga dengan orang tua siswa, kamis sudah mewanti-wanti, jangan sampai mengira pihak sekolah menjual, tetapi kalau tidak ada buku tersebut tidak ada buku panduan, jadi anak-anak tidak bisa belajar.
Kalau ada orang yang tidak mampu tidak diwajibkan,” pungkasnya.
(*)