TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA -- Kejaksaan Agung menetapkan Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau Tom Lembong sebagai tersangka kasus dugaan korupsi impor gula pada Selasa (29/10/2024).
Penetapan ini terkait dengan kebijakan yang dilakukan Tom Lembong saat ia masih menjabat sebagai Menteri Perdagangan pada periode 2015-2016.
Kejagung menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka bersama dengan CS, Direktur Pengembangan Bisnis pada PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) periode 2015–2016.
Kejagung langsung menahan Tom Lembong di Rutan Salemba cabang Kejari Jaksel, sedangkan DS ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung.
"Bahwa terhadap kedua tersangka dilakukan penahanan rutan selama 20 hari ke depan. Untuk tersangka TTL di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor 50 Tanggal 29 Oktober 2024. Dan untuk tersangka DS berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor 51 Tanggal 29 Oktober 2024," jelas Qohar.
Direktur Penyidikan Jampidsus, Abdul Qohar, dalam jumpa pers di Kantor Kejagung, Jakarta Selatan menjelaskan peran Tom Lembong dalam kasus dugaan korupsi impor gula tersebut.
Dalam kasus ini, Tom Lembong berperan memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah (GKM) sebanyak 105.000 ton kepada PT AP pada 2015, saat dirinya masih menjabat sebagai Mendag.
Padahal, berdasarkan hasil rapat koordinasi (rakor) antarkementerian pada 12 Mei 2015 menyimpulkan bahwa Indonesia dalam kondisi surplus gula dan tidak membutuhkan impor.
“Namun, pada 2015, Tom Lembong sebagai Mendag memberikan izin Persetujuan Impor (PI) gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP untuk mengolah GKM menjadi Gula Kristal Putih (GKP),” kata Qohar, Rabu (30/10/2024).
Ia menambahkan, apabila merujuk pada Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 527 tahun 2004, hanya BUMN yang berhak melakukan impor GKP.
“Berdasarkan Persetujuan Impor yang dikeluarkan oleh Tersangka TTL, dilakukan oleh PT AP dan impor GKM tersebut tidak melalui rakor dengan instansi terkait,” jelasnya.
"Padahal dalam rangka pemenuhan stok dan stabilisasi harga seharusnya diimpor adalah gula impor putih secara langsung dan yang boleh melakukan impor tersebut hanya BUMN," tambahnya.
Sementara itu, keterlibatan CS, Direktur Pengembangan Bisnis pada PT PPI periode 2015–2016 dalam kasus ini juga terjadi pada 2015.
Pada saat itu, Kemenko Perekonomian menggelar rapat yang pembahasannya terkait Indonesia kekurangan gula kristal putih sebanyak 200.000 ton pada 2016.
Qohar menjelaskan, CS kemudian memerintahkan bawahannya untuk melakukan pertemuan dengan delapan perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula, termasuk PT PDSU, PT AF, PT AP, PT MT, PT BMM, PT SUJ, PT DSI, dan PT MSI.