"Saya di situ ditawari untuk diajak ngopi. Saya dikasih uang Rp 50 ribu buat naik ojek online, agar tidak ada yang tahu kalau pergi berdua dengan pejabat itu. Saya tolak karena saya punya uang. Tapi dia tetap memaksa memberikan uang dengan menempelkan di payudara saya," imbuhnya.
Setelah itu ia lari keluar ruangan pejabat tersebut dan melapor ke mentornya di lokasi magang.
Dia langsung pulang dan lapor ke kampus dan keluar berharap perkara itu dapat ditindak lanjuti.
"Setelah kejadian itu saya masih di whatsapp mengajak ngopi," jelasnya.
Ia menuturkan pada hari berikutnya tidak pernah datang ke kantor BUMN itu.
Keluargannya meminta agar tidak melanjutkan magang.
"Saya dikasih libur dua hari. Keluarga saya meminta saya berhenti saja. Dari kampus juga narik tidak magang lagi," tandasnya.
Sementara itu, penasihat hukum korban, Heri Hartono menuturkan melaporkan kejadian itu ke Polrestabes Semarang.
Kliennya mengalami trauma paska kejadian itu.
"Atas arahan penegakan hukum untuk melakukan visum psikiatrum dan sudah kami jalani," imbuhnya.
Dia berharap BUMN dapat menertibkan oknum pejabat yang melakukan tindakan bejat.
Dirinya tidak ingin hal itu terjadi pada mahasiswa magang lainnya.
Baca juga: Mahasiswi Dianggap Halusinasi Dilecehkan Dosen saat Bimbingan Skripsi, Bukti CCTV Tak Terbantahkan
"Jangan sampai mahasiswa magang yang harusnya dapat ilmu malah dihancurkan seperti ini," tuturnya.
Ia mengatakan pada perkara itu telah menyiapkan 5 orang saksi. Kelima orang itu dua di antaranya teman magang korban.
"Kemudian ada juga saksi yang diberitahu pertama kali oleh korban tentang kejadian itu," tandasnya. (rtp)