"Soal membantunya sampai di ranah mana, itu terserah yang bersangkutan," bebernya.
Soal pencopotan keanggotaan IDI bagi dua tersangka, Telogo Wismo Agung Durmanto tidak akan terburu-buru.
Pihaknya akan ikut aturan organisasi yang harus melakukan penelisikan kasus terlebih dahulu yang menimpa anggotanya.
Dalam kasus Aulia Risma, dia menerjunkan tim yang nantinya akan menilai kesalahan kedua tersangka sudah termasuk ranah etik atau sebaliknya sembari menunggu hasil putusan pengadilan.
Bentuk sanksinya juga bervariatif bisa teguran, skorsing, dan terberat adalah pelepasan sebagai anggota IDI.
"Kasus ini sudah ada penetapan tersangka, jadi nanti ada proses pengadilan."
"Di situlah akan dibahas masuk perundungan atau pemerasan (untuk menyimpulkan pelanggaran etik)," tuturnya.
Dia berharap, dengan kasus ini bisa menjadi momentum untuk melakukan perbaikan sistem pendidikan kedokteran.
Menurutnya, manakala sistem masih ada kesalahan dan kekurangan maka patut diperbaiki dan dilengkapi.
"Kasus ini adalah momentum untuk bisa menjadi titik tolak untuk perbaikan," ungkapnya.
Terpisah, kuasa hukum keluarga Aulia Risma, Misyal Achmad mempertanyakan sikap IDI yang menyiapkan pengacara untuk mendampingi para pelaku bullying atau para tersangka pemerasan.
Sikap tersebut dinilai bertolak belakang terhadap keluarga korban yang tidak diberikan fasilitas serupa pada saat hendak melakukan proses hukum atas kematian korban.
"Perbedaannya sikap dari IDI tersebut bikin kami curiga," jelas Misyal Achmad.
Dia menilai, perbedaan sikap IDI tersebut memunculkan kecurigaan dari pihak keluarga, terutama kesan dari lembaga dokter itu yang melindungi para tersangka.
Seharusnya, mereka melindungi keluarga korban bukan para tersangka.