"Untuk penari yang bertahan disuruh meneruskannya lomba. Padahal sudah tidak ada unsur-unsur lomba, suasana tidak kondusif penari mentalnya sudah down," terangnya.
Paska kejadian, kata Fandy, tidak ada permohonannya maaf dari panitia.
Peserta juga dikeluarkan dari grup peserta secara sepihak.
"Kami juga heran baru pertama kali di Semarang ada orang nekat bikin lomba sampai gagal," terangnya.
Baca juga: Sosok Mei Sulistyoningsih Dosen Semarang Dilaporkan Penipuan Lomba Tari, Ternyata Berkasus di Polda
Kerugian Korban
Fandy mengatakan, kerugian para korban dari gagalnya lomba tersebut perorang minimal Rp500 ribu.
Jumlah itu rincian dari biaya administrasi pendaftaran lomba sebesar Rp100 ribu. Sisanya untuk sewa kostum, makeup, konsumsi, properti, transportasi dan biaya lainnya.
"Kebutuhan transportasi masuk dalam kerugian karena lomba tingkat Jawa Tengah sehingga ada peserta dari luar kota Semarang," ujarnya.
Kerugian itu belum lagi kerugian soal mental anak-anak yang down akibat gagalnya lomba.
Korban lomba tari Piala Gubernur, Endang Pregiwo (40) mengatakan, alami kerugian hingga lebih dari Rp500 ribu dari gagalnya lomba.
Hal itu belum termasuk waktu dan tenaga untuk latihan sebelum lomba selama hampir dua bulan.
"Kami daftar lomba awal November, terus latihan untuk lomba pada 20 Desember," katanya.
Dia mengungkapkan, proses awal pendaftaran sampai hari pelaksanaan berjalan lancar. Meskipun sebelum lomba tidak ada technical meeting yang jamak dilakukan sebelum perlombaan.
Kecurigaan baru muncul ketika pelaksanaan lomba. Para peserta yang sudah dari subuh mempersiapkan diri ketika sampai di Taman Indonesia Kaya ternyata sepi.
"Kami datang itu belum ada piala, sound sistem , backdroup lomba di lantai bukan dipasang, tidak ada meja juri. Biasanya ketika kami ikut lomba datang semua sudah tertata rapi," ungkapnya.