Berita Semarang

Target EBT Jawa Tengah Terancam Melayang, Gegara Anggaran Terkuras Program Makan Bergizi Gratis

Penulis: iwan Arifianto
Editor: raka f pujangga
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

KENDALA EBT - Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa memaparkan situasi pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) di Provinsi Jawa Tengah saat bertemu dengan perwakilan media massa di Kota Semarang, Kamis (6/2/2025).

TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - Institute for Essential Services Reform (IESR) mengungkapkan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah akan mengalami kesulitan dalam pemenuhan target energi baru dan terbarukan (EBT) tahun 2025.

Lembaga dengan fokus pada isu energi, iklim, dan lingkungan itu menyebut, Jawa Tengah mempunyai target energi terbarukan di Rencana Umum Energi Daerah (RUED) sebesar 21,32 persen pada tahun 2025.

Angka itu susah dicapai lantaran beberapa kendala di antaranya adalah refocusing anggaran terutama untuk proyek Makan Bergizi Gratis (MBG).

Baca juga: Pelatihan PLTS Tingkatkan Pemahaman Warga Desa Umbulharjo- Gunung Kidul Tentang Energi Terbarukan

"Iya daerah pasti akan ada dampaknya, jadi anggaran yang ada harus dioptimalkan. Dengan kondisi ini pemerintah bisa lebih inovatif dengan mendorong partisipasi masyarakat dan swasta dalam kembangkan EBT," kata Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa di Kota Semarang, Kamis (6/2/2025).

Kondisi itu, lanjut Fabby, tidak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Seperti rentang tahun 2021-2023, anggaran dana untuk EBT cukup terbatas karena berbagai recofusing anggaran karena dampak pandemi Covid-19.

Kemudian pada tahun 2024, anggaran pemerintah daerah Jawa Tengah yang fokus untuk pengembangan EBT di antaranya program desa mandiri energi batal dilaksanakan karena mata anggaran dipotong untuk kebutuhan Pemilihan Kepala Daerah.

Di samping itu, pilkada juga menahan investasi di sektor EBT.  

"Dari kondisi tersebut, saya tidak bisa menyebut proyek EBT di Jawa Tengah itu gagal tapi hanya tertunda saja," bebernya.

Menurut Fabby, proyek EBT di Jateng kesulitan berkembang karena berbagai proyek EBT yang digadang-gadang menjadi sektor terbesar penyumbang EBT malah dibatasi seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap. 

Namun tahun ini ada aturan baru yang lebih ramah untuk pengembangan PLTS atap dengan sistem kuota.

Dia menyebut, kuota di sektor PLTS atap seluruh Indonesia mencapai 900 megawatt.

"Jadi, kami menilai faktor-faktor eksternal yang membuat Pemprov Jateng sukar untuk merealisasikan target rencana umum daerah untuk energi terbarukan," terangnya.

Dia meminta kelonggaran aturan PLTS atap bisa dimanfaatkan oleh Pemrov Jateng untuk menggenjot sektor industri menggunakan EBT.

Terutama pada sektor-sektor kawasan industri dengan pangsa pasar ekspor yang membutuhkan laporan kinerja perusahaan dengan produk rendah karbon.

"Cara ini bisa mengatasi keterbatasan anggaran sehingga perlu memaksimalkan dana CSR perusahaan swasta. Termasuk pula untuk mendorong desa-desa mandiri energi," ucapnya.

Halaman
12

Berita Terkini