Tanoto Foundation

Refleksi Guru Melalui "Ledy Bar" Membawa Murid Menuju Pembelajaran yang Nyaman dan Bahagia

Editor: deni setiawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

FASILITATOR PINTAR - Nining Sulistyaningsih, S.Pd., M.Pd., fasilitator PINTAR Tanoto Foundation, Kepala SMP Negeri 2 Semarang.

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Pembelajaran yang nyaman dan menyenangkan adalah impian setiap siswa.

Namun, metode pembelajaran yang monoton masih menjadi tantangan besar.

Berdasarkan analisis rapor pendidikan, dimensi kualitas pembelajaran di sekolah masih memiliki ruang untuk perbaikan.

Baca juga: Tanoto Foundation Pacu Kemampuan Literasi dan Numerasi di Kota Semarang

Baca juga: Kendal dan Tanoto Foundation Bersinergi: Dorong Literasi dan Numerasi lewat Inovasi Pendidikan

Salah satu penyebab utama adalah metode pembelajaran yang kurang variatif, belum optimalnya kompetensi guru dalam praktik pembelajaran interaktif, serta kurang efektifnya forum kelompok belajar (kombel) di tingkat sekolah. 

Untuk mengatasi permasalahan ini, SMP Negeri 2 Semarang menginisiasi strategi “Ledy Bar” (Lesson Study dan Resibar - Rebo Sinau Bareng) sebagai solusi inovatif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

Pendekatan ini mengadopsi metode Lesson Study (Plan-Do-See) yang diterapkan secara berkelanjutan dalam komunitas belajar sekolah.

Program ini diawali dengan tahap persiapan dengan melibatkan kepala sekolah, wakil kepala bidang kurikulum, dan tim inti komunitas belajar.

Persiapan dilakukan dengan mengaktifkan komunitas belajar melalui platform Merdeka Mengajar, menetapkan jadwal Resibar setiap Rabu pagi, serta mengaktifkan MGMP sekolah dengan menyusun format laporan dan jadwal kegiatan. 

Selain itu, instrumen pelaksanaan Lesson Study disusun, dan guru-guru mendapatkan sosialisasi mengenai konsep tersebut.

LEDY BAR - SMP Negeri 2 Semarang menginisiasi strategi “Ledy Bar” (Lesson Study dan Resibar - Rebo Sinau Bareng) sebagai solusi inovatif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

Pelaksanaan program dibagi menjadi dua tahap. 

Tahap pertama berlangsung selama dua bulan.

Setiap mata pelajaran memilih guru model yang bertugas menyusun modul ajar inovatif berbasis Pembelajaran Sosial Emosional (PSE).

Modul yang disusun guru model dievaluasi oleh observer sebelum diterapkan dalam kelas.

Pembelajaran di kelas diamati secara langsung oleh observer yang kemudian memberikan masukan untuk perbaikan.

Hasil refleksi menunjukkan bahwa manajemen waktu masih perlu diperbaiki, penerapan PSE belum maksimal, tetapi metode pembelajaran mulai lebih bervariasi dan beberapa guru telah menerapkan asesmen formatif dengan ice breaking.

Halaman
123

Berita Terkini