Nasib 29 Buruh di Semarang Terkatung, THR Tak Dibayar dan BPJS Dinonaktifkan

Penulis: budi susanto
Editor: Daniel Ari Purnomo
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

NASIB BURUH: Sebuah ilustrasi yang dihasilkan kecerdasaan buatan menampakan sejumlah buruh wanita berkumpul di pabrik. Sebagai informasi, 29 pekerja Kaligawe belum terima THR tiga tahun, BPJS dinonaktifkan, KASBI laporkan ke Ombudsman Jateng.

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Sebanyak 29 pekerja dari sebuah perusahaan di kawasan Kaligawe, Genuk, Kota Semarang hingga kini masih terkatung-katung nasibnya.

Mereka terlibat perselisihan berkepanjangan dengan pihak perusahaan sejak 2023.

Hingga kini belum ada kejelasan mengenai hak normatif seperti Tunjangan Hari Raya (THR), jaminan kesehatan, maupun status hubungan kerja.

Mulyono, perwakilan dari Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), menyatakan pihaknya mendampingi para pekerja yang mengalami tekanan sistematis.

“Selama tiga tahun mereka tidak pernah menerima THR. Awalnya mereka hanya ingin membentuk serikat pekerja, tapi dilarang oleh perusahaan. Sejak saat itu, konflik semakin memburuk,” ungkap Mulyono saat koordinasi daring dengan Ombudsman RI Perwakilan Jateng, Selasa (25/3/2025).

Kasus tersebut saat ini masih bergulir di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), termasuk tuntutan pembayaran THR yang tak kunjung dibayarkan.

Mulyono menyebut perusahaan sempat mengklaim dalam kondisi pailit, namun hal itu dibantah oleh Pemerintah Kota Semarang.

“Perusahaan mengaku pailit, tapi itu hanya akal-akalan. Karena menurut keterangan dari Pemkot Semarang, statusnya tidak benar-benar pailit,” katanya.

Pekerja juga menemukan bahwa keanggotaan BPJS Kesehatan mereka telah dinonaktifkan secara sepihak oleh perusahaan.

Saat libur Natal lalu, pernyataan resmi penutupan operasional justru dikeluarkan oleh Dinas Tenaga Kerja, bukan oleh manajemen perusahaan.

Mulyono mengatakan, KASBI telah membawa persoalan ini ke DPRD dan Ombudsman RI setelah mendapat respons lamban dari pengawas Disnaker.

“Baru dibuatkan nota pengawasan setelah kami lapor ke DPRD Provinsi Jateng. Tentu DPRD geram karena penanganan lambat dan tidak profesional,” tegasnya.

Kepala Keasistenan Pencegahan Maladministrasi Ombudsman RI Perwakilan Jateng, Sabarudin Hulu, menyebut persoalan ini cukup kompleks.

Ia mengundang pihak pelapor untuk datang langsung ke kantor Ombudsman agar pembahasan lebih mendalam.

“Jika ternyata belum ada tindak lanjut dari instansi terkait, kami akan bertindak. Ombudsman akan memantau apakah pemerintah bersikap proaktif atau justru hanya menunggu,” ujarnya.

Halaman
12

Berita Terkini