Keuangan

Tansaksi Digital di Jateng Semakin Tinggi, Ini Risiko yang Bisa Ditimbulkan

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Jawa Tengah, Hidayat Prabowo

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Pertumbuhan transaksi digital di Jawa Tengah terus menunjukkan tren positif.

Semakin tingginya transaksi digital perlu diimbangi dengan literasi keuangan. 

Hal tersebut ditekankan Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Jawa Tengah, Hidayat Prabowo, dalam OJK Digital Innovation Day 2025 di Semarang, Selasa (12/8/2025).

Dia menyebut, tingginya transaksi digital di Jateng nampak diantaranya pada ajang Solo Raya Great Sale.

Baca juga: Swipe Right for Misinformation: Remaja dan Kesalahpahaman Reproduksi di Era Digital

Baca juga: BPR BKK Mulai Terapkan Layanan Digitalisasi Melalui QRIS

Dari total transaksi sebesar Rp 10 triliun, sekitar Rp3,5 triliun atau 35 persen dilakukan menggunakan QRIS.

Tingginya transakai digital di Jateng tidak lepas dari generasi muda yang sangat melek teknologi.

Semakin melek digital, akan memacu transaksi digital.

Jika literasi digital tinggi tidak dibarengi dengan literasi keuangan, menurutnya, dapat membawa risiko yang semakin besar. 

"Jadi, tugas kita adalah edukasi untuk meningkatkan literasi keuangan sejalan dengan peningkatan literasi digital," tuturnya. 

Hidayat menekankan, tingginya adopsi teknologi digital juga membuka peluang meningkatnya penipuan berbasis digital.

OJK terus berupaya melakukan edukasi dan perlindungan konsumen agar masyarakat lebih sadar risiko dan mengetahui saluran pengaduan ketika menghadapi permasalahan.

Sementara itu, Sekda Jateng, Sumarno mendorong pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di wilayahnya untuk semakin masif memanfaatkan layanan keuangan digital. 

Menurutnya, digitalisasi menjadi kebutuhan yang tak terhindarkan di tengah perubahan perilaku masyarakat dalam bertransaksi.

"Digitalisasi keuangan ini mau tidak mau harus masuk. Kalau tidak, tentu akan ketinggalan. Sekarang orang sudah jarang membawa uang tunai. Kalau UMKM tidak punya fasilitas pembayaran digital, bisa-bisa pembeli batal bertransaksi," ujarnya.  

Sumarno menilai, masih ada pelaku UMKM yang belum paham penggunaan teknologi digital, termasuk metode pembayaran seperti QRIS.

Halaman
12

Berita Terkini