Berita Sragen

Hayati Guru Honorer Banting Setir Jadi Agen BRILink, Kini Tak Lagi Kepincut Jadi PNS

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

NURHAYATI: Nurhayati, mantan guru honorer yang banting setir menjadi pengusaha di Desa Puro, Kecamatan Karangmalang, Sragen, Minggu (23/3/2025). Ia menjadi agen BRILink, kepanjangan tangan dari BRI yang menyediakan layanan perbankan. (TRIBUN JATENG/KHOIRUL MUZAKI)

TRIBUNJATENG.COM, SRAGEN - Sebuah toko di pinggir jalan raya Desa Puro, Kecamatan Karangmalang,  Sragen, tampak ramai, Minggu (23/3/2025). 

Sang pemilik, Nurhayati, sibuk melayani pelanggan.

Insting bisnisnya tajam. Ibu muda itu pandai memaksimalkan fungsi tokonya untuk meraup banyak uang.  

Baca juga: Kisah Penyintas Kanker Bangun Usaha di Banjarnegara, Tetap Berbagi meski Warung Sepi

Nurhayati memanfaatkan sebagian ruang di tokonya untuk membuka jasa layanan keuangan.  Ia dipercaya menjadi agen BRILink, kepanjangan tangan dari BRI yang menyediakan layanan perbankan. 

Di kios sama, ia juga menjuga menjajakan suku cadang sepeda motor dan jasa ganti ban. Kini dari beberapa unit usahanya itu, mengalir banyak cuan. 

"Saya buka Agen BRILink, jual sparepart dan pom mini,”katanya, Minggu (23/3/2025)

Keberhasilannya sekarang adalah buah dari perjuangan panjang. Keuletannya bekerja sudah ditempa sejak masih perawan. 

Hayati, sapaannya, dulunya hanya buruh pabrik kasar. 

Bermodal ijazah Sekolah Menengah Atas (SMA), hanya pekerjaan itu yang bisa ia dapatkan.

Dengan gaji Upah Minimum Kabupaten (UMK), minimal ia bisa memenuhi kebutuhan dasar.  Namun ia belum merasa di zona nyaman. Nurhayati bertekad tidak akan selamanya jadi pekerja. 

Apalagi, beban kerja di pabrik cukup mengeksploitasi tenaga dan pikirannya. 

Ia ingin memperbaiki nasib. Caranya, ia harus meningkatkan jenjang pendidikan.

Hayati memutuskan mendaftar kuliah di Universitas Terbuka (UT). Ia ingin menyandang predikat sarjana agar kesempatan bekerja lebih terbuka. 

"Saya gak ingin kerja di pabrik terus,”katanya

Tapi Hayati tak lantas melepas pekerjaannya. Ia justru harus bertahan jadi buruh agar bisa membiayai kuliahnya. 

Konsekuensinya, Hayati harus pandai membagi waktu agar bisa kuliah sambil bekerja.  Meski bebannya semakin berat, ia tetap semangat menjalaninya. 

Ini demi mewujudkan mimpinya. Perjuangannya tak sia-sia. Hayati berhasil menyelesaikan kuliah dan menyandang titel sarjana. 

Beruntungnya, ia kemudian diterima bekerja di Sekolah Dasar Negeri (SDN) untuk tenaga kepustakaan. Ia juga sempat diminta jadi wali kelas.

Seperti umumnya guru wiyata bakti, Hayati hanya digaji Rp 200 ribuan per bulan. Jauh dari penghasilannya bekerja di pabrik yang tak butuh titel kesarjanaan.

Agar kebutuhannya tetap tercukupi, Hayati terpaksa masih bekerja di pabrik. Ia harus kerja siang malam agar bisa memegang dua pekerjaan.

Sebagaimana guru honorer lain, selalu ada harapan di benaknya, suatu saat bisa diangkat jadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).  Karena hanya dengan status tersebut, kesejahteraan guru baru bisa tergapai. 

”Harapannya, kalau ada pendaftaran PNS bisa ikut,”katanya

Namun setelah 7 tahun ia mengabdi, impian jadi PNS tak kunjung terealisasi. Nurhayati harus putar otak karena kebutuhan kian membengkak. Sementara gajinya sebagai guru tak pernah beranjak. 

Jadi Agen BRILink

LAYANI PELANGGAN: Nurhayati, agen BRILink di Desa Puro, Kecamatan Karangmalang, Sragen, melayani pelanggan di tokonya, Minggu (23/3/2025). Keberhasilannya sekarang adalah buah dari perjuangan panjang. (TRIBUN JATENG/KHOIRUL MUZAKI)

Di sela kesibukannya sebagai guru dan buruh pabrik, Hayati memutuskan membuka usaha. Ia membuka isi ulang Bahan Bakar Minyak (BBM) atau pom mini di rumahnya untuk melayani pengendara. Tak disangka dari situ jalan rizki terbuka.

Ia terus melebarkan sayap usahanya.  Desanya cukup jauh dari Bank. Sementara transaksi perbankan sudah menjadi kebutuhan, termasuk di pedesaan. Ia menangkapnya sebagai peluang yang menjanjikan.

Nurhayati mendaftarkan diri sebagai agen BRILink. Hingga ia diterima jadi kepanjangan tangan BRI untuk membuka layanan.

“Kelihatannya untuk jadi PNS sulit, jadi saya pindah haluan,”katanya

Lewat BRILink, ia bisa membuka layanan setor dan tarik tunai, hingga pembayaran tagihan listrik, PDAM hingga BPJS. Jalan rizkinya semakin lebar.

Tiap hari kiosnya ramai didatangi pelanggan. Keuntungan dari bisnis yang ia jalankan cukup menggiurkan. Setiap transaksi mengalirkan cuan. Dari agen BRILink, bisnisnya terus berkembang.

Hayati juga membuka bengkel tambal ban. Tak tanggung-tanggung, selain menyediakan ban, ia melengkapi tokonya dengan menjual sparepart kendaraan.

“Sama gaji PNS juga lebih gede ini,”katanya

Resign dari Pegawai Honorer

Karena kesibukannya mengurus usaha, Hayati memutuskan mundur dari pekerjaannya. Ia juga mengundurkan diri sebagai guru wiyata. Ia terpaksa mengubur impiannya menjadi abdi negara.

Tapi ia tak menyesal karena sudah ada gantinya. Penghasilannya dari berwirausaha sudah cukup membuatnya bahagia.

Ia pun tak menyesal ijazah Strata 1 (S1) nya tak dipakai untuk bekerja. Ilmu yang ia dapat di pendidikan tinggi membuat pola berpikirnya berbeda. Termasuk bisa mengantarkannya sukses berwirausaha.

Hayati juga bisa tetap menjadi guru bagi anaknya di rumah. Dengan bekal keilmuan dari bangku kuliah, ia bisa memberikan pendidikan terbaik untuk anaknya.

“Saya tidak malu sarjana tak jadi pegawai. Setelah keluar dari sekolah, Alhamdulillah dikasih rizkinya lewat buka usaha. Perekonomian lebih berkembang,”katanya

Subroto memuji kegigihan Nurhayati dalam menggapai cita. Dari seorang pekerja pabrik hingga mampu membiayai diri kuliah sampai sarjana. Lalu ia berani mundur jadi guru honorer untuk berwirausaha.

Menurut dia, keberanian Hayati mengambil keputusan tidak banyak dipunyai orang, termasuk para guru honorer.

Ia yang juga beristri guru honorer mengatakan, kebanyakan guru wiyata hanya menggantungkan harapan jadi PNS di kemudian.

“Banyak yang hanya fokus  jadi guru honorer. Gak punya sampingan. Hanya berharap diangkat PNS,”katanya

Bahkan, banyak yang bertahan selama puluhan tahun dengan gaji ratusan ribu. Ada yang sampai usia pensiun statusnya belum ada kejelasan.

Seperti halnya Hayati, harusnya guru honorer punya sampingan. Keterampilan usaha nyatanya bisa ditempa. Nurhayati membuktikannya. Dari buruh yang bergantung pada perintah atasan, kini jadi bos yang tak terbelenggu aturan.

“Dia buktikan bisa sukses tidak harus jadi PNS,”katanya. (aqy)

Baca juga: Angkat Potensi Lokal dan Bantu Peternak, Sukini Inovasi Bikin Ikan Asap Khas Banjarnegara

Berita Terkini