Dadang menyebut sopir angkot tidak pernah dipaksa menyerahkan uang tersebut.
"Tadinya sopir memberikan seikhlasnya ke KKSU, tetapi kemudian berkembang, ada pemotongan Rp 200.000," ujar Dadang di Pos Dishub Gadog, Puncak Bogor, Jumat (4/4/2025), dikutip dari Kompas.com.
Ia mengungkapkan bahwa simpang siur informasi yang menyebut adanya keterlibatan Dishub atau Organda dalam pemotongan dana kompensasi tidak benar.
Menurutnya, munculnya isu itu disebabkan oleh miskomunikasi antara berbagai pihak yang terlibat.
"Terkait informasi yang di luar yang simpang siur, dalam artian dari mulai Organda, Dishub, dengan KKSU, dan pemilik kendaraan, kita sudah sepakat bahwa yang tersampaikan kemarin ke Gubernur itu sama sekali tidak benar. Hal ini karena miskomunikasi," jelasnya.
Dishub juga memastikan bahwa persoalan tersebut telah dituntaskan.
"Sekarang hari ini kita sudah saksikan semua bahwa yang potongan Rp200.000, Rp100.000, dan Rp50.000, yang jumlahnya Rp 11,2 juta sudah diserahkan kembali ke sopir," ungkap dia.
"Ini murni dari KKSU langsung. Yang kemarin ada pungutan itu, ternyata itu keikhlasan dari sopir," kata Dadang.
Uang Bantuan Sisa Rp 800 Ribu
Sebelumnya, Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Bogor menemukan bahwa uang tunai yang seharusnya diterima sopir hanya sebesar Rp800 ribu, dari total kompensasi Rp1 juta dalam bentuk uang dan Rp500 ribu sembako.
Kompensasi ini diberikan menyusul kebijakan Gubernur Dedi Mulyadi yang meminta sopir angkot di kawasan Puncak untuk tidak beroperasi selama satu minggu pasca Lebaran 2025.
Kebijakan tersebut diberlakukan demi mengurangi kemacetan.
Kapolres Bogor AKBP Rio Wahyu Anggoro menyebut kebijakan tersebut berdampak positif terhadap kondisi lalu lintas.
Meski masih terjadi kemacetan, antrean kendaraan tetap bergerak.
Namun, laporan dari Dishub menyebut adanya potongan Rp200 ribu dari uang tunai.