Ia mencontohkan strategi pemasaran digital yang memicu kecanduan terhadap notifikasi, like, dan komentar sebagai praktik tidak etis jika dilakukan berlebihan.
Menurutnya, tujuan utama syariat Islam adalah menjaga lima aspek dasar kehidupan: agama, jiwa, akal, harta, dan keturunan.
Setiap praktik bisnis yang merusak salah satu dari lima aspek tersebut tetap tidak dibenarkan secara etika meski legal secara hukum.
Mahasiswa juga diingatkan tidak menyebarkan konten hoaks, pornografi, radikalisme, atau isu SARA.
Termasuk larangan membagikan informasi internal lembaga tanpa izin.
Dalam sesi tanya jawab, Dr. Ash-Shiddiqy menggarisbawahi prinsip tabayyun sebagai kunci membedakan konten yang baik dan benar.
“Kita harus mengecek sumber, konteks, waktu, dan latar belakang informasi. Jangan mudah tergoda membagikan konten hanya karena terlihat menyentuh secara emosional,” jelasnya.
Perkuliahan ini menjadi bagian dari upaya UIN Saizu dalam mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Khususnya tujuan nomor 4 (Pendidikan Berkualitas), 8 (Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi), 16 (Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Tangguh), serta 17 (Kemitraan Global).
Mahasiswa diajak untuk menerapkan etika digital dalam kehidupan sehari-hari.
Etika menjadi kompas moral yang membimbing manusia tetap bertanggung jawab kepada sesama, masyarakat, dan Tuhan.