Di tengah kebingungan itu, Sarah nyaris menjual beberapa barang berharga, bahkan rumah, untuk membayarkan pinjol.
"Waktu itu sih sempat jual barang sih, jual handphone. Waktu itu hampir pengin jual rumah tapi akhirnya enggak jadi," ujar dia.
Namun, Sarah masih dikelilingi orang-orang baik.
Beberapa teman meminjami Sarah uang untuk membantu ia keluar dari lilitan pinjol.
"Saya tutup-tutup beberapa pinjol. Ini kan saya diajari sama teman saya untuk minta keringan agar membayar pokoknya saja tanpa bunga. Alhamdulillah, ini lunas," ucap Sarah.
Meski jalannya terasa berat dan panjang, Sarah bersyukur utangnya dari pinjol akhirnya lunas.
Sarah pun mengaku kapok menggunakan pinjol. Apalagi, ia pernah diteror dan dipermalukan karena terlambat membayar cicilan.
"Pernah banget waktu tahun 2019 itu karena saya bingung mau bayar gimana."
"Saya pernah sampai ditelepon ke tempat kerja, terus foto KTP saya disebar ke teman-teman WhatsApp gitu," tutur Sarah.
Sarah adalah 1 dari ribuan orang korban pinjol di Indonesia.
Tercatat, ada 1.944 orang yang terjerat pinjol mengadu ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta pada periode 2018 hingga 2024.
Dari jumlah itu, sebanyak 1.208 pengadu adalah perempuan, dan 736 laki-laki.
Sementara, Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas Pasti) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, 1.081 orang menjadi korban pinjol ilegal sepanjang Januari hingga 31 Maret 2025.
Mayoritas korban merupakan perempuan, yakni 657 orang atau sekitar 61 persen.
Sedangkan 424 korban lainnya adalah laki-laki, setara dengan 39 persen dari total kasus.
(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Malangnya Sarah, Terjerat 20 Pinjol demi Bayar Tagihan Asuransi Ayah dan Pengobatan Ibu"