Pelimpahan Kasus PPDS Undip

Babak Baru Kasus PPDS Undip Semarang: Keluarga Korban Siap "Bertemu" 3 Tersangka di Pengadilan

Penulis: Raf
Editor: raka f pujangga
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

PELIMPAHAN - Tiga tersangka kasus bullying dan pemerasan mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Undip dilimpahkan ke Kejari Kota Semarang, Kamis (15/5/2025). Mereka pun terancam hukuman selama 9 tahun penjara.

TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - Tiga tersangka kasus bullying dan pemerasan mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi  Universitas Diponegoro Dr Aulia dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri  Kota Semarang, Kamis (15/5/2025).

Tiga tersangka itu yakni  Kepala Program Studi PPDS Anestesiologi Undip Taufik Eko Nugroho (TEN), staf administrasi PPDS Anestesiologi Undip Sri Maryani (SM) dan senior korban di program anestesi Zara Yupita Azra (ZYA).

Baca juga: Video Tiga Tersangka Kasus PPDS Undip Semarang Dilimpahkan ke Kejaksaan, Terancam 9 Tahun Penjara

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kota Semarang, Candra Saptaji menerangkan ketiganya didakwa melanggar kesatu pasal 368 ayat 1 KUHP tentang pemerasan Jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP Jo Pasal 64 KUHP atau kedua pasal 378 KUHP tentang penipuan Jo pasal 55 ayat 1 KUHP Jo pasal 64 ayat 1 KUHP atau ketiga pasal 335 ayat 1 angka 1 KUHP tentang pemaksaan Jo pasal 64 ayat 1 KUHP Jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

"Ketiganya terancam pidana selama sembilan tahun penjara," tuturnya.

Menurutnya ketiga tersangka itu ditahan untuk tahapan penuntutan.

Tersangka Taufik Eko Nugroho ditahan di Rutan Semarang dan dua tersangka perempuan ditahan di Lapas Bulu Semarang.

"Pertimbangan penahanan ada dua alasan yakni alasan obyektif ancaman pidana diatas lima tahun. Kemudian alasan subyektif diduga melarikan diri, merusak barang bukti, dan mengulang tindak pidana," jelasnya.

Ia mengatakan terdapat 553 barang bukti pada perkara tersebut.

Barang bukti terdiri 19 unit handphone milik tersangka, saksi, dan korban.

Kemudian barang bukti catatan harian Dr Aulia Risma Lestari, dan dokumen-dokumen.

Pada perkara itu juga terdapat barang bukti uang tunai Rp 97 juta.

Selain itu barang bukti kuitansi, bukti transfer, bukti percakapan. 

"Dalam waktu dekat akan kami sidangkan di Pengadilan Negeri Semarang," tuturnya.

PELIMPAHAN-Tiga tersangka kasus bullying dan pemerasan mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro Dr Aulia dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Kota Semarang, Kamis (15/5/2025). (TRIBUNJATENG/RAHDYAN TRIJOKO PAMUNGKAS)

Kejaksaan Dapat Apresiasi

Penasihat hukum keluarga korban bullying dan pemerasan mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi  Universitas Diponegoro dr Aulia Risma Lestari apresiasi Kejaksaan Negeri Semarang berani menahan tiga pelaku saat tahap II.

Penasihat Hukum korban, Misyal Achmad mengatakan keluarga korban sangat dengan Polda Jateng yang tidak melakukan penahanan.

Dirinya heran dengan Polda Jateng tidak melakukan penahanan sementara pasal dikenakan para tersangka telah jelas.

"Malah Kejaksaan yang berani melakukan penahanan. Saya apresiasi kejaksaaan," tuturnya, Kamis (15//5/2025).

Menurutnya, sebelum adanya putusan pengadilan penahanan masing-masing hak dari masing-masing institusi penegak hukum.

Tersangka bisa ditahan jika terdapat kecurigaan mengulangi perbuatan, menghilangkan barang bukti, melarikan diri.

"Ketika ada kecurigaan itu mereka diperbolehkan menahan. Ketika tidak ada kecurigaan itu mereka juga diperbolehkan untuk tidak menahan sampai ada putusan pengadilan," tuturnya.

Ia menuturkan keluarga sangat prihatin terhadap Polda Jateng yang tidak melakukan penahanan tiga tersangka. 

Hal ini memunculkan isu-isu terhadap Polda yang tidak berani melakukan penahanan.

Padahal keluarga sudah mendesak agar Polda Jateng segera menangkap para tersangka.

"Domainnya polisi sekarang untuk menahan tersangka, melengkapi administrasi dan mengirim tersangka ke kejaksaan," ucapnya.

Misyal mengungkapkan, keluarga bakal datang saat penyerahan tersangka dan barang bukti dari Polda Jateng ke Kejati.

"Nanti keluarga datang, mereka ingin melihat wajah-wajah dari para tersangka ini," jelasnya.

Selain itu, pihaknya juga tengah mempersiapkan diri untuk menjalani  kasus ini di persidangan.

LULUS UJIAN: Dokter residen Zara Yupita Azra, satu dari tiga tersangka kasus pemerasan program PPDS Anestesi Undip Semarang, dinyatakan lulus dalam ujian komprehensif lisan nasional yang diselenggarakan oleh Kolegium Anestesiologi dan Terapi Intensif (KATI). Pengumuman kelulusan tersangka ZYA ini diumumkan di akun Instagram resmi KATI melalui akun @ kolegium.anestesiologi pada 13 April 2025. (@kolegium.anestesiologi.) (Tribun Jateng/Istimewa)

Sudah P21 Sejak April

Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah (Kejati) menyatakan berkas lengkap atau P21 terhadap berkas kasus pemerasan dan dugaan bullying atau perundungan dr Aulia Risma Lestari mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Undip Semarang.

"Iya betul, sudah P21," jelas Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah Adhi Prabowo kepada Tribun, Selasa (29/4/2025).

Pihaknya kini tinggal menunggu penyerahan barang bukti dan para tersangka dari kasus ini.

"Ya kami tinggal menunggu, kapan penyerahannya, soal itu silahkan tanyakan ke penyidik Polda Jateng," sambung Adhi.

Sementara, Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jawa Tengah Kombes Dwi Subagio mengatakan, bakal menangkap tiga tersangka dalam kasus ini.

"Iya (ditangkap). Namun, kami masih menunggu surat pemberitahuan P21 dari Jaksa," jelas Dwi kepada Tribun.

Terkait penyerahan barang bukti dan para tersangka atau tahap 2, lanjut Dwi, bakal dilakukan secepatnya  berkoordinasi dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

"Jadi sementara ini masih menunggu surat P21," terangnya.

Perputaran Uang Sebesar Rp2 Miliar

Kasus pemerasan dan dugaan bullying atau perundungan terhadap dr Aulia Risma Lestari mahasiswi PPDS Anestesi Undip menemui titik terang selepas penetapan tersangka pada Selasa (24/12/2024) sore.

Tiga tersangka kasus pemerasan mahasiswi PPDS Undip Aulia Risma meliputi TEN (pria) Ketua Program Studi (Prodi) Anestesiologi Fakultas Kedokteran UNDIP,  SM  (perempuan)  staf administrasi di prodi Anestesiologi dan ZYA (perempuan) senior korban di program anestesi.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Jawa Tengah Kombes Pol Artanto menyebutkan, polisi mengendus ada perputaran uang senilai Rp2 miliar setiap semester dalam kasus ini.

Namun, polisi hanya bisa mengantongi bukti uang tunai sebesar Rp97, 7 juta.

Meskipun tidak ditahan, ketiga tersangka dicekal pergi ke luar negeri.

Artanto menyatakan, publik tak perlu takut bahwa para tersangka bakal menghilangkan barang bukti.

"Barang bukti yang dikantongi penyidik sudah cukup sehingga tak mungkin menghilangkannya," paparnya.

Baca juga: Dokter Zara Yupita Azra Tersangka Pemerasan dan Bully Aulia Malah Dinyatakan Lulus Ujian Nasional

Kronologi

Sebagaimana diberitakan, Korban Aulia Risma Lestari meninggal dunia di kamar kosnya di Semarang pada 12 Agustus 2024 lalu.

Penyelidikan kasus ini dilakukan selepas ibunda mendiang Risma, Nuzmatun Malinah melaporkan adanya dugaan tindak pidana perbuatan tindak menyenangkan, penghinaan dan pemerasan yang dialami anaknya selama menempuh Program PPDS Anestesi Undip di RSUP Kariadi.

Laporan itu dilayangkan ke Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jateng, Rabu (4/9/2024).

Penetapan tersangka dilakukan pada Selasa (24/12/2024). 

Peran para tersangka dalam kasus ini meliputi TEN  memanfaatkan senioritasnya di kalangan PPDS untuk meminta uang Biaya Operasional Pendidikan (BOP)  yang tidak diatur dalam akademik.

Tersangka SM turut serta meminta uang BOP yang tidak diatur akademi dengan meminta langsung ke bendahara PPDS.

Tersangka ZYA dikenal sebagai senior korban yang paling aktif membuat aturan , melakukan bullying dan makian.

Dari ketiga tersangka , polisi menyita barang bukti yang tunai sebesar Rp97.770.000.

Ketiga tersangka dijerat tiga pasal berlapis meliputi kasus pemerasan pasal 368 ayat 1 KUHP, penipuan pasal 378 KUHP,  pasal 335 soal pengancaman atau teror terhadap orang lain.

Adapun ancaman hukumannya maksimal 9 tahun. 

Vieta Ungkap Kondisi Ayah dr Aulia Risma Drop Seusai Pemakaman Putrinya, Muntah Darah Sampai Pingsan (INSTAGRAM)

Punya Riwayat Syaraf Kejepit

Dokter Aulia Risma Lestari (30) yang merupakan Dokter PPDS Anestesi Undip Semarang menyedot perhatian publik usai dikabarkan mengakhiri hidupnya.

Di dalam kamar kos dokter Risma, ditemukan obat keras Roculax dan sudah disuntikkan ke tubuhnya. 

Dokter muda sekaligus mahasiswi Universitas Diponegoro atau UNDIP tersebut diketahui tengah menjalankan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Rumah Sakit Kariadi Semarang.

Aulia Risma diketahui meninggal dunia di sebuah kos yang ia tempati di Lempongsari, Gajahmungkur, Kota Semarang pada Senin (12/8/2024) sekitar pukul 23.00 WIB.

Aulia diketahui merupakan dokter ASN yang berasal dari Tegal dan tengah bekerja di Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Kota Tegal.

Berdasarkan keterangan dari pihak Kapolsek Gajahmungkur, Kompol Agus Hartono mengatakan, hasil penyelidikan yang dilakukan jajarannya, kematian ARL diduga karena yang bersangkutan merasa berat mengikuti pelajaran maupun menghadapi seniornya.

Hal itu pun berdasarkan cerita dari ibunya maupun isi buku hariannya.

"Nah dia sempat nggak kuat begitu istilahnya otaknya sudah ambyar urusan pelajarannya berat, urusan sama seniornya berat," jelasnya.

Menurut dia, dokter asal Tegal itu diduga menenangkan diri menggunakan obat anestesi.

Obat itu disuntikan sedikit ke lengannya.

"Dicek masih ada sisa campuran obat."

"Informasi dokter, obat itu seharusnya lewat infus."

"Tetapi ini disuntikan sedikit di lengannya agar bisa tidur," ujarnya.

Hal tersebut juga diungkap melalui akun sosial media X milik @bambangsuling11 terkait alasan Dokter Aulia memilih mengakhiri hidupnya setelah sebelumnya dikabarkan Dokter Aulia Risma menderita penyakit syaraf kejepit dan ia sering menyuntikkan jenis obat tertentu untuk mengurangi rasa sakitnya.

Cuitan tersebut tampak diunggah pada Rabu (14/8/2024) dengan bertuliskan:

“Pihak PPDS Anestesi Undip berusaha menutupi dngan menyebut korban sering menyuntikkan obat it uke tubuhnya karena sakit saraf kejepit.

Namun dari hasil pemeriksaan ditemukan buku harian korban yang menyebut korban tak kuat menahan perundungan hingga akhirnya bundir” tulis cuitan tersebut.

Akun sosial media X milik @bambangsuling11 juga tampak menguak alasan yang sama mengenai Dokter Aulia memilih mengakhiri hidupnya lantaran ia kerap dibully, hal tersebut diketahui melalui buku harian yang ia tulis.

Sementara itu, melalui Ketua Umum Ikasma Tegal, dr Tafakurrozak mengungkap keprihatinannya terhadap kasus perundungan di dunia pendidikan kedokteran.

Seperti yang dialami Dokter Aulia Risma, dokter muda yang merupakan alumni SMA Negeri 1 Tegal yang sedang mengikuti PPDS Anestesi di Undip dan RSUP dr Kariadi Semarang. 

Pada April 2024, ada juga alumni SMA Negeri 1 Tegal yang mengalami perundungan saat sedang menjalani PPDS Gizi Klinis di Undip dan RSUP dr Kariadi Semarang. 

Dia menilai, perundungan itu sudah tidak zamannya, justru seperti mewariskan sifat kerja rodi, feodal atau kolonialosme.

"Ini zaman sudah berubah, pendidikan sudah harus mengutamakan sisi kemanusiaan."

"Tidak dengan bullying atau perundungan yang dilakukan senior atau konsulen," katanya kepada Tribunjateng.com, Rabu (14/8/2024).

Atas kematian Dokter Aulia, pihaknya melalui jaringan alumni juga siap melaporkan kasus tersebut ke Kapolri RI.

"Kami mengharapkan keluarga untuk melaporkannya secara hukum, ini karena kehilangan nyawa."

"Laporkan kepada aparat berwenang dan Ikasma Tegal akan mendampingi dan mencarikan lawyer," jelasnya. 

Obat Roculax dan dokter Aulia Risma (istimewa)

Obat Keras Roculax

Diketahui jika Dokter Aulia Risma menyuntikkan jenis obat bernama Roculax, lantas apa itu Roculax?

Dikutip dari klikdokter.com Roculax merupakan jenis obat yang mekanisme kerjanya bersaing terhadap reseptor kolinergik pada motor end-plate.

Obat tersebut diindikasikan sebagai tambahan pada anestesi umum atau obat bius total untuk mempermudah intubasi endotrakeal serta memberikan relaksasi otot rangka selama pembedahan.

Diketahui jika Roculax merupakan jenis obat keras dengan pemakaian sesuai resep dokter dan merupakan jenis terapi agen penghambat neoromuskular..

Penggunaan obat Roculax memiliki efek samping berupa mual, muntah, bronkospasme atau penyempitan saluran pernafasan, reaksi alergi, bengkak di bagian injeksi hingga nyeri pada lokasi injeksi.

Baca juga: BREAKING NEWS! 3 Tersangka Kasus PPDS Undip Dilimpahkan ke Kejaksaan, Terancam 9 Tahun Penjara

Disclaimer: Jika Anda, sahabat, atau kerabat memiliki kecenderungan bunuh diri, segera hubungi psikolog, psikiater atau dokter kesehatan jiwa di Puskesmas atau rumah sakit terdekat.

Anda dapat mengakses situs Emotional Health For All jika membutuhkan bantuan.

Layanan dari Kementerian Kesehatan dapat Anda hubungi melalui nomor 119 ext 8. Anda juga dapat menghubungi layanan 24 jam BISA Helpline melalui nomor WhatsApp 08113855472. (rtp/iwn)

 

Berita Terkini