TRIBUNJATENG.COM, KUDUS - Universitas Muria Kudus (UMK) kembali mengukuhkan dua guru besar Prof. Dr. Ir. Endang Dewi Murrinie, M.P dan Prof. Dr. Ir. Sugeng Slamet, S.T., M.T., IPM, pada Sidang Terbuka Senat Upacara Pengukuhan Guru Besar Universitas Muria Kudus, Rabu (28/5/2025) di Auditorium UMK.
Pengukuhan dua guru besar ini menjadi sejarah penting dalam pengembangan sumber daya akademik dari dua bidang keilmuan berbeda. Sekaligus menandai komitmen universitas dalam mendorong kualitas pendidikan tinggi dan penguatan tridarma perguruan tinggi.
Prof. Dr. Ir. Endang Dewi Murrinie, M.P. dengan ranting ilmu/kepakaran Teknologi Benih Fakultas Pertanian UMK, sedangkan Prof. Dr. Ir. Sugeng Slamet, S.T., M.T., IPM. dengan ranting ilmu/kepakaran Material Maju Fakultas Teknik UMK.
Rektor UMK, Prof. Dr. Ir. Darsono menyampaikan, pengukuhan guru besar bukanlah sekadar seremoni akademik saja, melainkan momentum bersejarah yang menandai puncak pencapaian intelektual, integritas ilmiah, dan pengabdian dalam bidang keilmuan.
Kata dia, pengukuhan ini menjadi simbol tanggung jawab perguruan tinggi untuk terus mencerahkan peradaban dan memberi dampak yang luas bagi masyarakat, bangsa, dan dunia.
Mengangkat tema ‘Guru Besar yang Mencerahkan Peradaban dan Berdampak’, bukan sekadar retorika semata. Juga panggilan etis dan akademik yang relevan dengan peran perguruan tinggi saat ini.
Di tengah perubahan zaman dengan adanya disrupsi teknologi, Prof Darsono menegaskan, tantangan yang harus dihadapi berkaitan dengan lingkungan, ketimpangan sosial, hingga arus globalisasi yang deras.
Peran guru besar tidak lagi sebagai ilmuwan yang mengembangkan pengetahuan. Tetapi, juga sebagai pencerah dalam kegelapan, penuntun arah dalam kebingungan, dan pencipta dampak nyata bagi masyarakat.
Guru besar dinilai sebagai intelektual organik yang tak sekadar berkutat di menara gading akademik, namun juga menjejakkan kaki di bumi realitas sosial.
"Guru besar harus bisa hadir sebagai solusi atas persoalan kemanusiaan, lingkungan, dan peradaban. Di mana ilmu yang dihasilkan harus berdaya guna, berbasis nilai, dan menjangkau kehidupan nyata," terangnya.
Dalam pidato ilmiahnya, Prof. Dr. Ir. Endang Dewi Murrinie mengatakan, dalam Asta Cita terdapat tiga misi yang berkaitan dengan pertanian.
Pertama, memantapkan sistem pertahanan keamanan negara dan mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, air, ekonomi kreatif, ekonomi hijau, dan ekonomi biru.
Selanjutnya mengandung misi melanjutkan hilirisasi dan industrialisasi untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri, membangun dari desa dan dari bawah untuk pemerataan ekonomi, serta pemberantasan kemiskinan.
Prof. Dr. Ir. Sugeng Slamet menyampaikan, Indonesia merupakan negara kepulauan dengan lebih dari 17.000 pulau terbentang dari Sabang sampai Merauke.
Potensi sumber daya alam yang dimilikinya juga melimpah dengan tanah yang subur.
Kata dia, potensi sumber daya alam yang bisa dimanfaatkan terhampar di langit, permukaan, dan perut bumi tanah air Indonesia.
Di antaranya mengandung beragam sumber daya alam dan mineral yang ada di perut bumi Indonesia yang harus dikelola oleh negara untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Menurut Prof Sugeng, saat ini industri material nasional sangat mendukung untuk mencukupi kebutuhan masyarakat.
Namun, jika pemerintah terus menggalakkan impor bahan baku terus menerus, maka daya saing industri nasional tidak akan mampu bersaing di pasar global.
Pemerintah dengan kebijakan pemimpinnya harus bisa berpikir bagaimana material teknik yang ada bisa dikembangkan di dalam negeri, sehingga bisa meningkatkan kandungan lokal pada produk industri agar mampu berdaya saing global.
"Kalau kita mengandalkan impor, jelas akan sulit. Sementara kita kaya akan material teknik," ujarnya.
Prof Sugeng menegaskan, industri yang tidak bisa meningkatkan efisiensi kandungan lokal, tidak akan bisa bersaing di pasar global. Seperti contoh beragam produk teknologi China yang bisa bersaing di pasar global dengan harga lebih terjangkau, misalnya teknologi batrey.
Pemerintah Indonesia dinilai sangat mampu untuk mengembangkan berbagai kekayaan alam. Mulai dari pengembangan otomotif, material, medis, energi dan berbagai bidang lainnya.
"Termasuk sampah di Kudus harus bisa dikelola, karena ini sumber energi. Tinggal bagaimana kita mengelola, mengubah sampah jadi panas yang bisa membangkitkan sumber energi. Kita bicara skala lokal saja masih banyak yang harus dibenahi," tuturnya. (Sam)