Rinciannya, kredit awal dicarikan sebesar Rp21 miliar untuk Fasilitas KYG (Kredit Yasa Griya) yang merupakan fasilitas pembiayaan untuk konstruksi proyek perumahan sebesar Rp18 miliar.
Sisanya sebesar Rp3 miliar Kredit Pemilikan Lahan (KPL). Ricky tidak menjelaskan secara detail soal sisa uang lainnya sebesar Rp9 miliar.
"Seharusnya dengan nilai uang sebesar itu pembangunan perumahan Punsae sudah jadi 100 persen," jelasnya.
Pada faktanya, Ricky menyebut PT ACK malah wanprestasi. PT ACK gagal menyelesaikan pembangunan sebanyak 445 unit rumah subsidi.
Ditambah ada kredit macet yang dilakukan PT ACK.
"Oleh karena itu, diduga pencairan kredit dari BTN yang diterima PT. ACK tidak digunakan untuk semestinya," ucapnya.
Ricky menuturkan, selain PT ACK mengalami macet terdapat pula permasalahan lainnya seperti pembangunan perumahan mangkrak.
Kemudian ancaman tanah longsor yang diduga akibat kekeliruan kajian analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL).
Belum lagi persoalan dengan konsumen lainnya.
Ricky menambahkan, ada ratusan korban dari kasus Punsae yang terbagi dengan beberapa kelompok sesuai dengan persoalan masing-masing di antaranya yang dialami oleh kliennya yakni sudah lunas membayar tetapi sertifikat ditahan bank.
"Kami juga kantongi bukti adanya akta perubahan dalam waktu selama 2 tahun ada 9 perubahan pimpinan di PT ACK. Kurun waktu itu secara bersamaan ada penerimaan uang dari Bank BTN," ungkapnya.
Sesudah membuat leporan ke Kejari Semarang, Ricky berharap supaya permasalahan hukum di perumahan Punsae segera dituntaskan.
"Kami meminta hak korban dipenuhi," katanya.
Mantan Direktur ACK Ditangkap
Kasus perumahan Punsae tidak hanya dilaporkan soal kasus tipikornya ke Kejari Semarang.