Sengketa Perumahan

Penjual Jajan di Ungaran Sudah Bayar Rp 130 Juta Tak Bisa Tempati Rumah, Laporkan BTN dan Pengembang

Penulis: iwan Arifianto
Editor: rival al manaf
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi perumahan tipe 36

TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - Seorang perempuan berinisial AS yang merupakan pembeli rumah di Perumahan Ungaran Asri Regency (Punsae) melaporkan  PT Agung Citra Khasthara (PT ACK) dan Bank Tabungan Negara (BTN) Kantor Cabang Semarang ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Semarang.

AS melalui kuasa hukumnya melakukan pelaporan tersebut atas dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) dan permufakatan jahat terkait gagalnya proyek Perumahan Punsae di Desa Kalongan, Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.

Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Semarang Agus Sunaryo membenarkan pelaporan tersebut.

Dia menyebut, pelaporan itu telah diterima lembaganya.

Baca juga: Penampakan Perumahan "Berhantu" di Blora, Calon Pembeli Mundur Lihat Penampakan Orang Tanpa Kepala

Baca juga: Di Kendal Banyak Lahan Sawah Disulap jadi Perumahan

"Iya betul, ada aduan itu, saat ini masih dalam tahap ditelaah," katanya saat dihubungi Tribun, Sabtu (31/5/2025).

Sementara Kuasa hukum AS, Ricky Ananta mengatakan, kliennya yang merupakan penjual jajanan keliling berinisial AS melaporkan dugaan korupsi dan permufakatan jahat tersebut bermula saat gagal menempati rumah yang telah dibelinya  dari PT ACK secara lunas sebesar Rp130 juta pada Oktober 2018.

Pembelian itu telah dibuktikan dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang sudah dilegalisasi akta di notaris Kabupaten Semarang.

Korban malah tidak bisa menempati rumahnya selepas tiga tahun menunggu. Padahal bangunan rumah sudah jadi.

"Dampaknya, klien kami harus terus mengontrak rumah," ungkapnya.

Sebaliknya, kata Ricky, Bank BTN terus menekan AS untuk tidak menempati rumah itu dan harus segera mengosongkannya.

Secara bersamaan, BTN diduga  memaksa AS untuk menembus sertifikat tanah yang dijadikan agunan PT ACK sebesar Rp80 juta agar bisa menempati rumah tersebut.

"Sebelum  bisa menebus sertifikat yang ada di bank BTN maka rumah tidak boleh ditempati karena akan dilelang."

"Kami kasihan ke korban sehingga memilih mendampinginya secara pro bono (gratis)," paparnya.

Alasan lainnya dalam pelaporan tersebut, Ricky menduga terdapat kerugian negara yang disebabkan oleh Bank BTN dan sebaliknya telah menguntungkan pihak ketiga yakni PT ACK.

Dugaan itu, lanjut  dia, karena BTN telah memberikan fasilitas kredit dengan nilai tidak masuk akal yaitu sebesar Rp30 miliar.

Halaman
123

Berita Terkini