TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Kontingen tinju Kota Semarang melayangkan protes keras usai laga final cabang olahraga tinju kelas 54 kg dalam ajang Pekan Olahraga Pelajar Daerah (POPDA) SMA/Sederajat Jawa Tengah 2025.
Mereka merasa dirugikan dalam pertandingan yang mempertemukan petinjunya, Andika Yuda Pratama, melawan wakil Kabupaten Demak, Tio Putra Wijaya.
Pertandingan final yang digelar di GOR Jatidiri, Semarang, Kamis (19/6), berakhir dengan kemenangan angka untuk Tio Putra Wijaya.
Namun, pihak Semarang menilai hasil tersebut tidak mencerminkan jalannya laga, di mana menurut mereka Andika tampil lebih dominan sepanjang pertandingan.
Kekecewaan ini bukan hanya muncul di partai final. Sejak babak semifinal, tim Semarang sudah mulai merasakan adanya ketidakadilan dalam sistem penilaian.
Hal ini memicu kekhawatiran akan objektivitas dan kredibilitas juri dalam turnamen tingkat provinsi tersebut.
Koordinator tim tinju Kota Semarang, Rudi Priyanto, bersama Ketua Pertina Kota Semarang, Rahmulyo Adi Wibowo, langsung mengajukan protes resmi kepada panitia cabang olahraga tinju POPDA.
Mereka juga meminta panitia membuka rekaman video pertandingan sebagai bahan evaluasi objektif terhadap keputusan wasit.
Namun, permintaan tersebut ditolak.
Panitia enggan membuka video pertandingan dengan alasan bahwa penilaian analog oleh juri tidak bisa dibandingkan secara langsung dengan interpretasi digital dari tayangan ulang.
PIC POPDA SMA/Sederajat Jateng Cabor Tinju, Parlind, menegaskan bahwa keputusan juri bersifat mutlak dan tidak bisa diganggu gugat.
“Keputusan hakim mutlak. Dalam regulasi pertandingan, hasil yang diputuskan oleh juri adalah final,” ujarnya kepada awak media, Kamis (19/6).
Meskipun demikian, tim Kota Semarang menolak menerima hasil tersebut.
Mereka menilai bahwa transparansi dan integritas dalam sistem penilaian harus dijaga, terlebih dalam ajang resmi antar-pelajar yang membawa nama daerah masing-masing.
“Pembinaan atlet kami lakukan bertahun-tahun, tentu kami ingin hasil terbaik.