Sopir lainnya, Afif berharap, pemerintah bisa mengkaji ulang kebijakan ini agar tidak berimbas pada kondisi perekonomian yang makin sulit.
"Kami ini bekerja hanya mencukupi kebutuhan masyarakat."
"Kami memuat lebih biar harga bahan pangan murah, harga barang terjangkau."
"Barang yang kami kirim ini yang menikmati kalangan bawah," ungkap dia.
Baca juga: Duka Lasmiati Korban Banjir Rob di Tayu Pati: Kulkas Saya Ambruk, Kasur Saya Rusak
Baca juga: Polresta Pati Klaim Tambang Sukolilo Legal, Warga Kecewa Sebut Pejabat "Ndableg"
Menurut Afif, kebijakan Zero ODOL ini tidak bisa dipukul rata di semua daerah.
Dia menuntut pemerintah mengkaji ulang, seandainya muatan dipangkas untuk memenuhi aturan, siapa yang akan jadi korban.
"Pemerintah memandang aturan ini berkaca di kota-kota besar."
"Kami yang di desa berjuang sendiri agar bahan pangan murah."
"Kami tidak merepotkan pemerintah, yang penting tertib aturan, bayar pajak."
"Kalau (kapasitas muatan) dipangkas aturan ODOL ini, pemerintah memberikan jaminan tidak?"
"Sedangkan pajak kami saja naik, untuk operasional sudah tidak dapat, solar mahal," papar Afif.
Dia menambahkan, beban para sopir semakin berat karena di jalanan masih banyak praktik pungutan liar (pungli), kekerasan, dan premanisme.
Afif juga memprotes bahwa di lapangan sudah ada penindakan tilang terhadap sopir yang dianggap ODOL.
Padahal menurutnya, saat ini masih tahapan sosialisasi.
Jika tuntutan pihaknya tidak digubris, Afif memastikan akan ada aksi unjuk rasa yang lebih besar lagi.